SOLOPOS.COM - Kepala Bagian (Kabag) Psikologi SDM Polda Jateng, AKBP Novian Susilo, saat membicarakan peristiwa dua mahasiswi yang bunuh diri di Kota Semarang di kantornya. (Solopos.com/Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG — Selama dua hari berturut-turut ada dua peristiwa dugaan bunuh diri yang dilakukan oleh dua mahasiswi dari dua perguruan tinggai berbeda di Kota Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa dugaan bunuh diri dalam jangka waktu yang berdekatan dan dilakukan oleh mahasiswi, tentu memunculkan sejumlah tanda tanya mengenai seberapa penting dan rawannya kesehatan mental bagi remaja dan pemuda.

Informasi yang dirangkum Solopos.com, peristiwa pertama terjadi pada Selasa (10/10/2023) sore. Seorang mahasiswi berinisial NJW, warga Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, diduga melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari lantai empat Paragon Mall Semarang. Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan secarik kertas yang berisi pesan perpisahan yang ditulis tangan. Kertas itu berada dalam tas milik NJW, mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

Sedangkan kejadian kedua, terjadi pada Rabu (11/10/2023). Seorang mahasiswi Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang berinisial EN, 24, ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya di Kelurahan Bulusan, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Saat ditemukan, mahasiswi asal Kalimantan Tengah itu meninggalkan secarik kertal yang bertuliskan tangan dan berisi pesan perpisahan di samping jenazah.

Atas fenomena tersebut, Kepala Bagian Psikologi SDM Polda Jawa Tengah, AKBP Novian Susilo, mengatakan usia muda memang rentan untuk melakukan bunuh diri karena emosionalnya cenderung belum stabil atau belum matang. Meski demikian, ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan tersebut.

“Ada gender, karena wanita risiko depresi dan stresnya lebih tinggi dibanding laki-laki. Dan bunuh diri itu tak tiba-tiba terjadi. Selalu diawali ide, upaya mencoba. Semua itu juga dipengarui faktor internal dan eksternal,” jelas AKBP Novian kepada wartawan di kantornya, Kamis (12/10/2023).

Sedangkan faktor internal, terang Novian, berkaitan dengan kepribadian korban dalam memandang dan mengatasi suatu permasalahan yang menimpa dirinya. Sementara faktor eksternal, yakni berkaitan dengan hubungan keluarga dan sosial korban.

“Itu [internal] juga dibentuk oleh keluarga, misalnya apakah dia [korban] orang yang mudah putus asa atau tidak. Kemudien eksternal, punya teman dekat enggak? Ada yang bantu tidak ketika ada masalah? Karena bunuh diri itu merasa tak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah,” terangnya.

Tak hanya itu, informasi liar yang bertebaran di internet maupun media sosial terkait bunuh diri juga bisa memicu seorang mencontoh perilaku serupa. Sehingga, ada baiknya peristiwa bunuh diri tak disebarkan secara detail terkait alasan, penyebab, dan cara-caranya.

“Di psikologi ada perilaku meniru, ada istilah copycat. Maka jangan dieksploitasi [bunuh diri]. Misal ada surat wasiat, itu bisa membuat orang yang punya masalah yang sama malah dapat ide. Maka orang yang sudah rentan, dapat informasi itu [bunuh diri], bisa semakin menguatkan untuk bunuh diri,” sambungnya.

Sementara itu, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Sri Ariyanti Kristianingsing, mengatakan kepedulian keluarga dan lingkungan dinilai penting untuk menekan risiko seseorang mencoba bunuh diri. Sebab, selama ini mereka yang melakukan aksi bunuh diri merasa telah kehilangan support system hingga pikirannya mencapai kebuntuan untuk menyelesaikan suatu persoalan hidup.

“Keluarga dan teman-teman di lingkungan harus berperilaku positif. Ada kepedulian. Kalau ada perubahan perilaku, wajah [ekspresi] dari ceria menjadi pemurung berhari-hari, tunjukanlah kepedulian. Tanyakan kabarnya, dengarkan ceritanya, karena itu bisa menolong, ada kepedulian yang diberikan,” tutup Sri.

Berita ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapapun melakukan hal serupa. Bila Anda atau teman Anda menunjukkan adanya gejala depresi yang mengarah ke bunuh diri, silakan menghubungi psikolog atau layanan kejiwaan terdekat. Anda juga bisa menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya