SOLOPOS.COM - Sosialisasi cegah tangkal radikal dan terorisme oleh Badan Kesbangpol Batang, Jawa Tengah, Senin (20/2/2023). Peserta sosialisasi para purnapaskibraka dan pelaku ekonomi kreatif. (Istimewa)

Solopos.com, BATANG — Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Batang, Agung Wisnu Barata, menyebut setidaknya ada 20 warga Batang terpapar terorisme. Empat di antara puluhan warga itu meninggal dunia saat ditangkap Densus 88 Antiteror Mabes Polri.

“Rinciannya, 16 orang masih ditahan sebagai narapidana teroris (napiter) dan empat lainnya meninggal saat upaya penangkapan,” kata Agung, Senin (20/2/2023).

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

Ia menegaskan 20 orang itu sudah masuk kategori teroris sehingga bukan sekadar radikal. Sebab, radikal itu belum tentu teroris.

Agung mengatakan radikalisme adalah proses transformasi menuju paham yang ekstrem. Sedangkan terorisme adalah alat politik atau tindakan kekerasannya. Terorisme bersifat menghalalkan segala cara, misalnya bunuh diri dianggap jihad.

Kaum muda atau milenial tergolong kelompok yang rentan terpapar radikalisme. Selain itu, kelompok yang memiliki kesenjangan sosial, ekonomi, politik, kelompok marginal atau termarginalisasi, kelompok agama garis keras, kelompok frustasi terhadap keadaan individunya (ekonomi, sosial, keluarga).

Pria asal Purbalingga itu mengakui sejumlah wilayah di Kabupaten Batang menjadi kantong penyebaran paham radikal atau antiPancasila. Total ada enam kecamatan yang menjadi kantong tersebut.

“Ada yang masuk lewat pengajian. Lalu, penyebaran radikalisme di kalangan pemuda juga melalui organisasi kepemudaan. Selain lewat media sosial tentunya,” ujarnya.

Strategi penanganan radikalisme di Pemkab Batang bersifat lunak dan preventif. Contohnya, melakukan pembinaan melalui sosialisasi cegah tangkal radikal dan terorisme.

Kasiintel Kejari Batang, Ridwan Gaos Natasukmana, mengataka radikal adalah setiap upaya membongkar sistem yang sudah mapan yang sudah ada dalam kehidupan bernegara dengan cara kekerasan.

Arti hukum radikalisme itu termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.

“Jadi menurut hukum, radikalisme adalah suatu tindakan kekerasan untuk antiPancasila, antiNKRI, antikebhinnekaan dan intoleransi. Sehingga semua orang yang berbeda dengannya dianggap salah,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya