SOLOPOS.COM - Kelebihan gula bisa memicu diabetes. (Ilustrasi/Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Sebanyak 64.709 dari 647.093 orang yang terkena diabetes melitus di Jateng sepanjang 2022 tergolong masih usia remaja alias berkisar 12-21 tahun. Dinkes Jateng mengungkapkan keberadaan minuman manis kekinian memicu kenaikan kasus diabetes melitus di tingkat remaja.

Hal itu disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Rahmah Nur Hayati, kepada Solopos.com, Rabu (14/2/2023). Ia mengatakan, penderita diabetes melitus yang berusia di bawah 40 tahun persentasenya sebesar 10 persen.

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

“Rentan usia yang terkena umumnya di atas 40 tahun. Tapi sekarang mulai bergeser, muda-muda atau remaja mulai terkena,” kata Rahmah melalui Sub Koordinator Penyakit Tak Menular dan Menular, Arfian Nevi.

Dari total kasus diabetes melitus itu, Arfian merinci untuk penderita di atas usia 40 tahun ada 90 persen. Sedangkang sisanya, yakni 10 persen didominasi usia remaja.

“Kalau usia anak-anak, di Jateng enggak ada yang kena. Tapi remajanya ini, meski kecil persentasenya [hanya 10 persen], tetap bahaya. Ini kaitanya dengan perilaku atau pola hidup sehat yang perlu dibenahi,” bebernya.

Menjaga pola hidup sehat itu, lanjut Arfian, yakni dengan mengurangi komsumsi gula berlebihan. Sebab, banyaknya minuman manis kekinian seperti boba, brown sugar, hingga thai tea yang saat ini ngetren dikomsumsi oleh kalangan remaja.

“Coba lihat masyarakat sekarang, khususnya remaja, minumanya sukanya yang manis-manis. Padahal kebutuhan gula masyarakat pada umumnya itu maksimal empat sendok per hari. Kalau keseringan minum-minuman manis, bisa meningkatkan risiko terkena diabetes melitus di usia remaja,” ungkapnya.

Dinkes Jateng terus berupaya melakukan deteksi dini diabetes melitus melalui pos pembinaan terpadu (posbindu) di masing-masing desa/kelurahan di 35 kabupaten/kota. Tujuanya, agar tak terlambat dalam penanganan kasus tersebut.

“Deteksi dininya, kami menyasar usia 15 tahun keatas. Istilahnya usia produktif,” imbuhnya.

Seorang ibu rumah tangga, Hilda Rizki Amalia, 32 mengaku tak terlalu mengatur anaknya yang berusia 10 tahun dalam menjaga asupan makanan maupun minuman manis. Namun, ia selalu mendidik agar anak-anaknya tetap mengonsumsi sayur dan tak minum makanan manis berlebihan.

“Kalau saya, terpenting sayur lauk kemakan sama mereka. Soalnya anak saya cenderung doyan makan. Tapi kalau komsumsi manis, cenderung enggak sering. Apalagi anak saya enggak doyan susu sama cokelat. Terus satu lagi, sebelum tidur saya enggak pernah memberi makanan yang cenderung manis. Takut anaknya sugar crash atau lebih ke jaga gigi saja sih sebenarnya,” katanya.

Sekadar informasi, mengutip dari jurnal kesehatan berjudul Kandungan Gizi dalam Minuman Kekinian Boba Milk Tea (2021), menjelaskan jika kalori yang terdapat dalam boba milk tea di atas 300 kilokalori. Rata-rata protein dan lemak mencapai 0,47% dan 2,99%.

Rata-rata kandungan sukrosa mencapai 73,44 %. Padahal, Pedoman diet Indonesia untuk konsumsi gula adalah 10 persen dari energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya