SOLOPOS.COM - Sejumlah peserta dari beberapa desa di Kabupaten Kudus, Jateng mengikuti pelatihan sistem keuangan desa (siskeudes) di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kudus beberapa waktu lalu. (JIBI/Solopos/Antara/Akhmad Nazaruddin Lathif)

Pemprov Jateng menyoroti masih besarnya persentase alokasi dana desa (ADD) untuk infrastruktur fisik dan bukan untuk pemberdayaan masyarakat.

Semarangpos.com, SEMARANG — Alokasi dana desa dari pemerintah pusat yang setiap tahunnya senantiasa bertambah diharapkan bermanfaat untuk pemberdayaan masyarakat melalui kemandirian perekonomian. Pasalnya, sejauh ini, 93% dana desa di Jateng dimanfaatkan untuk infrastruktur fisik.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Harapan itu disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan, dan Catatan Sipil Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Sudaryanto di Kota Semarang, Jateng, Senin (1/1/2017). “Sampai saat ini pemanfaatan dana tersebut mayoritas atau 93% masih dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur fisik, belum untuk pemberdayaan masyarakat,” katanya di Semarang, Senin.

Ia menyebutkan 7.809 desa di Provinsi Jawa Tengah akan menerima kucuran dana desa dengan nilai total Rp6,74 triliun pada 2018. Dengan demikian, setiap desa di Jateng rata-rata akan menerima sekitar Rp863 juta.

Menurut dia, dana desa tiap tahun memang selalu ada peningkatan, termasuk alokasi pada 2018 terhitung meningkat dibandingkan dengan alokasi 2017 yang hanya Rp6,3 triliun. Sedangkan, sebelumnya, yakni pada 2016, hanya Rp5 triliun, dan 2015 Rp2,2 triliun.

“Untuk realisasi alokasi 2017 sampai saat ini memang belum 100% karena pencairan dana desa tahap kedua baru November ditransfer dari Menteri Keuangan ke pemerintah kabupaten kemudian dari kabupaten ke desa,” ujarnya.

Selain alokasi dana desa yang berasal dari APBN, Pemprov Jateng pada 2018 juga mengalokasikan dana Rp50 juta/desa di 35 kabupaten/kota, sedangkan pada 2017 hanya senilai Rp30 juta/ desa. Dana tersebut adalah program ketahanan masyarakat yang penggunaannya Rp30 juta harus dimanfaatkan untuk memperbaiki Rumah Tidak Layak Huni dan Rp20 juta untuk kebutuhan pemberdayaan masyarakat lainnya.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar menyederhanakan sistem laporan keuangan desa. “Para kades mengaku pusing ‘mikirin’ itu sehingga perlu didorong untuk gunakan Sikudes,” ujarnya.

Politikus PDI Perjuangan itu juga menyarankan agar ada sanksi tegas bagi kepala desa atau aparatur desa yang terbukti melakukan penyimpangan dalam pengelolaan maupun penggunaan dana desa. “Penggunaannya mesti diatur dan kalau perlu diberi sanksi, jika penggunaannya tidak sesuai, maka tidak akan mendapatkan [anggaran] untuk besok,” katanya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya