Jateng
Jumat, 9 November 2018 - 08:50 WIB

Air Rebusan Pembalut untuk Mabuk Terinspirasi dari Jamur Kotoran Sapi

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Psikolog dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Indra Dwi Purnomo, menilai fenomena remaja menggunakan air rebusan pembalut untuk mencari sensasi mabuk sebenarnya sudah terjadi cukup lama di Indonesia.

Meski demikian, fenomena itu terbilang baru bagi kalangan remaja di Jawa Tengah (Jateng). Ia bahkan sempat menangani sejumlah remaja di Jateng yang kerap mengonsumsi air rebusan pembalut itu.

Advertisement

“Kalau di daerah lain, fenomena ini sudah ada seperti di Karawang, Belitung Timur, dan Yogyakarta. Tapi, di Jateng sepertinya baru-baru ini. Bulan ini, saya sempat diminta BNN [Badan Narkotika Nasional] untuk menangani remaja yang mengonsumsi air rebusan pembalut di Semarang,” ujar Indra saat dihubungi Semarangpos.com, Kamis (8/11/2018).

Indra mengatakan pengguna air rebusan pembalut itu mayoritas merupakan anak remaja usia 13-15 tahun. Mereka mengonsumsi air rebusan itu karena terinspirasi dari jamur kotoran sapi.

Advertisement

Indra mengatakan pengguna air rebusan pembalut itu mayoritas merupakan anak remaja usia 13-15 tahun. Mereka mengonsumsi air rebusan itu karena terinspirasi dari jamur kotoran sapi.

Sejak dulu, jamur kotoran sapi atau jamur letong memang kerap disalahgunakan untuk mabuk. Bahkan, jamur ini tak hanya dikonsumsi anak remaja tapi juga orang dewasa.

Zat Psilosin yang terkandung dalam jamur yang kerap disebut magic mushroom itu, dipercaya mampu membuat pemakainya memiliki halusinasi, seperti tertawa, ketakutan, hingga tak sadarkan diri.

Advertisement

“Halusinasinya seram kata mereka. Lebih seram dari jamur kotoran sapi. Itu yang kita sesalkan. Padahal zat-zat semacam itu kan berbahaya, apalagi kalau terdapat kandungan zat kimianya,” beber Indra.

Indra menambahkan pemakai air rebusan pembalut merupakan remaja yang memiliki permasalahan, seperti broken home atau kurang perhatian dari orang tua. Mereka kemudian turun ke jalan dan bertemu dengan teman sebaya yang memiliki problem sama.

“Dari hubungan pertemanan itulah mereka akhirnya mencari kesenangan. Kesenangan yang murah dan tidak mengeluarkan banyak biaya. Pilihannya jatuh ke situ,” terang pria yang pernah menjabat sebagai ketua Center for Addiction Studies (CAS) Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang itu.

Advertisement

Ia pun mengimbau kepada orang tua agar menerapkan pengawasan yang tepat kepada anaknya, terutama yang masih berusia remaja. Dengan pengawasan dan penanganan yang baik mampu menghindarkan anak dari perilaku menyimpang, seperti turun ke jalan dan mengonsumsi air rebusan pembalut.

“Yang pasti always sharing dengan anak. Lakukan pengawasan, tapi jangan terlalu overprotection. Supaya anak tidak takut untuk melakukan sharing. Kalau takut, akhirnya anak akan turun ke jalan dan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang,” beber Indra.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif