SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelaku KDRT. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, Jawa Tengah, mencatat kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di wilayah tersebut mencapai 142 kasus dari Januari hingga Agustus 2023.

Kepala DP3A Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki, mengatakan pada tahun 2021 tercatat ada 156 kasus KDRT. Kemudian, pada 2022 ada 228 kasus KDRT dan pada Januari-Agustus 2023 sudah ada 142 kasus.

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

“Nah dari 2021 ke 2022 ada kenaikan 40 persen. Secara persentase tinggi. Kita anggap kenaikan itu tinggi. Kami harap angka tidak melebihi kasus di 2022,” ujar Ulfi kepada wartawan, Selasa (29/8/2023).

Ia menjelaskan, ada berbagai faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Mulai dari faktor ekonomi, pernikahan usia dini, dan sebagainya . Faktor-faktor itu kemudian memicu pertengkaran antara suami dan istri, hingga puncaknya bisa berakhir dengan tindakan kekerasan.

“Dari sisi kami, pemicu KDRT tetap ke ekonomi, perjudian, minuman keras. Itu secara holistik bagaimana memerangi itu untuk mencegah KDRT. Kemudian ada perkawinan anak yang menimbulkan KDRT karena psikologi masih lemah, lalu menimbulkan banyak masalah kesehatan dan stunting,” imbuhnya.

Untuk itu, Pemerintah Kota Semarang mendorong para perempuan atau istri memiliki keterampilan berwirausaha sesuai arahan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu. Wali Kota ingin para perempuan mandiri dan bisa membantu ekonomi rumah tangga.

“Ibu-ibu itu harus punya keahlian kewirausahaan yang menjadi trigger KDRT itu mayoritas ekonomi, kalau ibu ibu punya keahlian berarti punya pemasukan, pendapatan, membantu suami mendapatkan nafkah,” tegasnya.

Selain itu, ia meminta masyarakat tidak melakukan perkawinan anak. Selain karena umur yang belum matang, perkawinan anak juga memicu adanya KDRT karena psikologi yang masih lemah.

“Perkawinan anak kan psikologinya masih lemah. Maka dalam undang-undang perkawinan, usia 19 tahun sudah boleh menikah, di bawah usia 19 tahun perkawinan anak,” katanya.

Ulfi juga mengimbau agar perempuan korban KDRT untuk berani melapor jika mengalami KDRT. Pihaknya akan melakukan pendampingan melalui rumah duta revolusi mental maupun UPTD dengan menghadirkan psikolog, lawyer, hingga layanan medis.

“Jika butuh lawyer kami ada. Layanan medis ada jika butuh visum atau luka fisik. Kaki kerjasama dengan RS. Anggaran dari pemerintah. Kami juga memiliki rumah singgah,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya