SOLOPOS.COM - Penyedia jasa penukaran uang baru di Jalan Pahlwan, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). (Solopos.com/Adhik Kurniawan).

Solopos.com, SEMARANG – Bagi-bagi uang tunjangan hari raya (THR) Lebaran untuk sanak saudara sudah menjadi tradisi di Indonesia, tak terkecuali di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Budaya sosial ini pun membuka peluang cuan bagi masyarakat yang menjajakan jasa penukaran uang baru.

Promosi Harga Saham Masih Undervalued, BRI Lakukan Buyback

Pengamatan Solopos.com, meski dilarang pemerintah, namun fenomena ini masih ditemui, seperti di sepanjang Jalan Pahlawan Semarang.

Bahkan, sudah jauh-jauh hari sebelum momen Lebaran, masyarakat berburu pecahan uang baru di jalanan untuk dibagikan di hari raya.

Rata-rata penyedia jasa juga menawarkan untung 5-10 persen dari jumlah uang yang ditukarkan. Sebagai contoh tiap satu bendel uang pecahan baru Rp10.000 senilai satu juta, dihargai Rp100.000.

Salah satu penyedia jasa penukaran uang, Surantini, mengaku minat masyarakat menukarkan uang kian hari makin tinggi. Bahkan, perempuan usia 52 itu bisa menukar uang hingga Rp20 juta per hari.

“Sehari bisa Rp 15 juta-Rp 20 juta. Kalau yang ramai itu [penukaran] di jam pagi. Kalau sore ramai orang tapi jarang yang tukar, pada cari buko (menu berbuka),” kata Surantini di lokasi, Jumat (5/4/2024).

Surantini mengakui harga jasa penukaran uang tahun ini kian mahal. Sebab, antrean penukaran uang di Bank Indonesia (BI) menyita waktu hingga sehari semalam.

“Jasanya sekarang mahal karena carinya susah. Dari jam 05.00 WIB sampai jam 11.00 WIB baru dapat. Karena kuotanya cuma 400 orang di BI. Sekarang penukarannya sulit enggak kaya dulu, sekarang dibatasi. Dari sore antre dapetnya besok, kalau hujan kasihan hlo semalam hujan, pada kehujanan,” tuturnya.

Tak ayal, Surantini lebih memilih meminta orang lain untuk mengantri. Jasa mengantre di BI ini ia beli Rp50.000-Rp100.000 tiap nomor antrean.

“Nah satu nomor itu dibatasi juga penukarannya maksimal Rp4 juta. Isinya uang baru pecahannya macam-macam dari Rp2.000, sampai Rp50.000. Tapi yang laris Rp5.000 dan Rp10.000,” ujarnya.

Penyedia jasa penukaran lainnya, Budi, turut mengeluhkan hal yang sama. Pria usia 46 tahun itu terpaksa mengantre hingga berjam-jam untuk dapat menukarkan uang Rp4 juta.

“Saya modalnya dikit jadi antre sendiri. Tahun ini susah sekali penukaran uangnya, dibatasi. Yang dulu kan penukaran uang bisa dari 3 pekan, kalau ini cuma 2 pekan,” aku Budi.

Kendati demikian, Budi optimistis penantiannya dalam membantu masyarakat menukarkan uang akan berbuah cuan. Apalagi dalam sehari, Budi bisa laku hingga Rp5 juta.

“Nanti semakin mendekati [Lebaran] semakin ramai. Apalagi kalau bank tutup. Bisa sampai Rp10 juta sehari. Tapi harganya juga jadi mahal satu bendel Rp1 juta, marginnya bisa 20 persen,” pungkasnya.

Salah satu pembeli jasa, Amin, mengaku sangat terbantu dengan adanya penukaran uang baru di pinggir jalan. Meski ada margin untung, Amin meniatkannya sebagai upah jasa bukan riba.

“Mas iki aku enggak bungani ya, tapi aku ngupahi jenengan njih. Jadi mboten riba [tidak riba], tapi kula ngupahi jasane njenegan [memberi upah],” tutup perempuan 56 tahun itu kepada penjual jasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya