SOLOPOS.COM - Kesenian Cing Po Ling Purworejo. (Istimewa/pituruhnews.com)

Solopos.com, PURWOREJO — Tidak sepopuler tari dolalak, kesenian cing po ling kini semakin sedikit yang memainkannya. Orang yang mengenal kesenian asli Purworejo ini kian sedikit sehingga berpotensi hampir punah.

Melihat dari keberadaannya, kesenian ini mengandung nilai sejarah dan kebudayaan yang tinggi di dalamnya. Oleh karena itu, kesenian cing po ling juga menjadi salah satu kesenian daerah yang harus tetap dilestarikan sebagai wujud menyikapi gancaran era modern.

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

Melansir dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, cing po ling termasuk kesenian kuno yang diperkirakan muncul pada masa penjajahan Belanda, tepatnya sejak abad ke-17. Kesenian ini pertama muncul di Desa Kesawen, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo, di mana saat itu masuk dalam wilayah Kadipaten Karangduwur.

Kesenian ini menggambarkan prajurit demang yang memerintah wilayah Kesawen, di mana saat itu sedang melakukan pisowanan atau tradisi kunjungan ke kerajaan. Dalam pisowanan tersebut demang Kesawen membawa upeti yang hendak diserahkan kepada Adipati Kadipaten Karangduwur dengan dikawal tiga orang prajuritnya yang bernama Krincing, Dipomenggolo, dan Keling.

Sambil menunggu acara pisowanan dimulai, demang Kesawen bersama tiga prajuritnya melakukan latihan bela diri di lapangan kadipaten. Di tengah-tengah latihan, Adipati Karangduwur menegur mereka supaya tidak berlatih bela diri di Alun–alun Karangduwur. Adipati juga memperingatkan agar tidak mengulangi kegiatan serupa di masa yang akan datang.

Meski sudah ditegur oleh Adipati Karangduwur ternyata tidak membuat demang Kesawen jera. Pada pisowanan selanjutnya dia tetap bersikeras untuk kembali melakukan kegiatan latihan bela diri di Alun-alun Karangduwur.

Ia memanggil dua orang kepercayaannya, yaitu Jagabaya dan Komprang untuk merencanakan sesuatu agar mereka tetap bisa berlatih di alun-alun. Komprang mengusulkan melakukan penyamaran agar identintas ketiga orang yang dulu menimbulkan masalah tidak terbongkar.

Sehingga perlu disiapkan tatanan gerak meniru jogetan/tari dari semua penderek Ki Demang. Komprang sebagai sutradara, 4 orang sebagai pemukul bunyi-bunyian, 1 orang sebagai kemendir/pemayung, 2 orang sebagai pemencak, dan lainnya sebagai pengambyong.

Sementara ciri dari 3 pemain utamaya terdiri dari Dipomenggolo yang memiliki benjolan di dahi, Krincing yang mempunyai pusar sedikit menonjol, dan Keling mempunyai belang di betis akibat penyakit kulit, tertutup melalui busana dari gerak tari.

Akhirnya terbentuklah tim kesenian yang terdiri dari para prajurit kademangan. Nama ketiga tokoh prajurit itu kemudian menjadi asal muasal kesenian cing po ling yaitu Krincing, Dipomenggolo, dan Keling.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya