SOLOPOS.COM - Ilustrasi tradisi Asrah Batin di Sungai Tuntang, Grobogan. (grobogan.go.id)

Solopos.com, GROBOGAN — Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, terdapat sebuah tradisi unik yang rutin diadakan setiap dua tahun sekali pada tahun genap di bulan September. Warga Desa Ngombak menamai tradisi tersebut dengan nama Asrah Batin atau penyerahan jiwa dua saudara. Kegiatan berlangsung selama 15 hari dan puncak acara dilaksanakan pada hari Minggu Kliwon.

Dilansir dari visitjawatengah.jatengprov.go.id, Asrah batin merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengenang dan melestarikan pertemuan dua saudara yang telah lama berpisah. Dalam pertemuan tersebut, masing-masing telah menjadi Kepala desa Karanglangu (saudara tua ) dan Kepala Desa Ngombak (saudara muda). Mereka pun sepakat untuk memperingati pertemuan ini dalam bentuk perayaan atau upacara dan oleh keturunannya dilestarikan dalam kegiatan tradisi Asrah Batin.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

Dilansir dari beberapa sumber, tradisi ini bermula ketika dua orang sesepuh dua desa saling jatuh cinta. Mereka adalah Raden Bagus Sutedjo yang memiliki nama asli Kedono, dan Raden Ayu Mursiyah, yang memiliki nama asli Kedini.

Menurut kisahnya, Kedono rela menyeberangi Sungai Tuntang untuk melamar Kedini. Para warga pun juga sudah siap dengan pesta lamaran mereka. Akan tetapi saat pesta baru akan digelar, keduanya baru menyadari jika mereka adalah saudara kandung. Pada akhirnya, pesta pernikahan pun batal dan diganti dengan perayaan dua saudara yang telah lama terpisah.

Tradisi ini diisi dengan kegiatan yang digelar di Sungai Tuntang. Pesta pembuka dalam acara ini adalah gebyok atau mencari ikan di Sungai Tuntang dengan menggunakan alat manual seperti jala dan irek. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh kepala desa setempat.

Simbol dari proses Asrah Batin atau penyerahan jiwa ini adalah dengan menyeberangi Sungai Tuntang yang memisahkan Desa Ngombak dengan Desa Karanglalu. Orang yang diberi kehormatan untuk menyeberangi sungai dalam prosesi itu adalah Kepala Desa Karanglangu dan istrinya. Rakit yang digunakan untuk menyeberangi sungai itu dihias dengan janur, bendera merah putih, dan juga karpet sebagai alas lantai rakit.

Nyatanya tradisi ini tak hanya tradisi simbolis saja, melainkan juga menjadi kepercayaan warga setempat. Warga dari kedua desa ini tidak ada yang berani untuk saling memiliki pasangan. Hal ini lantaran nanti pernikahannya akan dianggap pernikahan sedarah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya