SOLOPOS.COM - Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, dan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, saat menghadiri jumpa pers kasus pencabulan terhadap 15 santriwati yang dilakukan pengasuh ponpes di Batang di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023). (Bidhumas Polda Jateng)

Solopos.com, BATANG — Seorang pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah (Jateng),  Wildan Mashuri (WM), 58, melakukan perbuatan bejat dengan mencabuli atau merudapaksa puluhan santriwati yang masih di bawah umur. Dalam melakukan aksinya, pelaku menjanjikan korban akan mendapatkan karamah jika menuruti nafsu bejatnya.

Total ada sekitar 15 santriwati yang menjadi korban ustaz cabul tersebut. Mereka dibujuk rayu oleh pelaku dengan berbagai macam dalih, bahkan dengan kedok nikah sirih yang dilakukan pelaku dengan korban. Perbuatan bejat WM ini pun sudah dilakukan berulangkali, bahkan sejak tahun 2019 lalu.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Aksi bejat WM ini pun terkuak saat dirinya dihadirkan pada acara konferensi pers di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023). Turut hadir dalam acara itu antara lain Kapolda Jateng, Irjen Pol. Ahmad Luthfi, dan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.

“Kenapa kamu tega melakukan itu. Apalagi korbanmu itu masih anak-anak. Kamu tidak sadar bahwa itu salah. Jujur saja sekarang, berapa santri yang jadi korbanmu?” tanya Gubernur Ganjar.

Awalnya, polisi mencatat ada 15 santri yang menjadi korban Wildan. Namun saat Ganjar bertanya, Wildan mengaku dulu ada juga dua santrinya yang jadi korban. Dua santri itu kini sudah alumni.

Ganjar mengaku marah dengan peristiwa itu. Menurutnya, ini kasus yang sangat serius di dunia pendidikan.

Posko Pengaduan

Pihaknya akan menerjunkan tim ke lokasi untuk menindaklanjuti kasus itu. Posko pengaduan akan dibuka agar jika ada korban lain bisa mengadukan. Tim trauma healing juga akan diturunkan untuk membantu psikologis para korban.

“Tentu kami marah, apalagi korbannya masih anak-anak. Bagi kami ini serius karena anak kita itu harus dilindungi, bukan untuk dikerasi dalam bentuk apapun. Kami akan langsung terjunkan tim, membuka posko dan trauma healing pada korban,” kata Ganjar.

Pihaknya akan menggandeng Kemenag untuk mengevaluasi pondok pesantren itu. Sebab di lokasi juga terdapat sekolah madrasah. “Akan kita evaluasi, apakah semuanya layak. Kalau tidak, ya kita tutup,” tegasnya.

Kasus pencabulan atau kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren di Batang ini bukanlah kali pertama terjadi. Pada pertengahan September 2022, kasus serupa juga terjadi di Batang dengan jumlah korban mencapai 22 orang.

Sementara itu, Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, belasan santri menjadi korban Wildan. Modusnya, pelaku diajak melakukan hubungan dengan alasan akan dapat karamah. Selain itu, pelaku juga mengelabuhi korban dengan seolah melakukan nikah siri. Namun nikah hanya dilakukan oleh pelaku dan korban.

“Kami akan terus mengembangkan kasus ini, karena tidak memungkinkan ada korban lain. Pelaku kami jerat dengan undang-undang perlindungan anak dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun. Bisa juga lebih karena kejadiannya berulang,” ucap Luthfi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya