SOLOPOS.COM - Ilustrasi tikus (nhs.uk)

Solopos.com, SEMARANG – Kedatangan musim hujan di Jawa Tengah (Jateng) tidak hanya memberikan dampak berbagai bencana seperti banjir dan tanah longsor, tapi juga wabah penyakit seperti leptospirosis.

Sebab, penyakit dari kuman yang ditemukan dalam air seni dan sel hewan terinfeksi itu biasanya menyebar melalui air atau tanah yang terkontaminasi urine hewan seperti tikus, anjing, sapi hingga babi.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Sub Koordinator Penyakit Tidak Menular dan Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, Arfian Nevi, membeberkan sudah ada 858 kasus leptospirosis di wilayahnya.

Biasanya, mereka terinfeksi penyakit ini dari genangan air atau banjir yang kemungkinan terkontaminasi bakteri Leptospira yang dibawa tikus.

“Sepanjang 2023 ini, sampai November sudah ada 858 kasus (leptospirosis). Dan itu (leptospirosis) dari tikus yang terinfeksi. Jadi kalau musim hujan ada genangan banjir, tikus ini lari karena tempat tinggalnya kena air. Nah, air kencingnya tertinggal. Ini (urine tikus) yang tertinggal bercampur genangan dan menyebabkan leptospirosis,” jelas Arfian kepada Solopos.com, Senin (18/12/2023).

Arfian menjelaskan, seseorang mudah terserang penyakit leptospirosis jika kondisi tubuhnya tidak fit.

Apalagi, jika di tubuh itu ada luka terbuka sehingga saat terkena air yang terkontaminasi urine tikus menjadii mudah terjangkit penyakit tersebut.

“Jadi kuman itu bisa kena (masuk) kalau tubuh kita ada luka. Bahkan, luka terbuka sekecil apapun. Misalnya hanya goresan, itu bisa masuk,” terangnya.

Sementara untuk gejala, orang yang terkena leptospirosis cirinya hampir sama dengan penyakit lainnya. Orang itu akan bergejala demam, pilek, masuk angin, kram, dan terkadang diikuti dengan kejang-kejang.

“Leptospirosis ini tingkat kematian (fatalitas) juga lebih tinggi daripada demam berdarah (DB). DB hanya sekitar 2-3 persen, sedangkan leptospirosis bisa mencapai 50 persen. Jadi kalau ada dua kasus, satu bisa meninggal dunia,” sambungnya.

Arfian pun meminta petugas kesehatan di lapangan lebih peka dalam menyikapi penyakit leptospirosis, terutama saat musim hujan maupun di daerah rawan banjir.

Jika menemui pasien yang menunjukkan gejala leptospirosis agar ditangani secepatnya dan jangan sampai terlambat.

“Perawat, bidan, harus lebih peka bila menemui gejala yang mengarah ke leptospirosis. Agar penanganan bisa lebih cepat, kalau terlambat diagnosis, telat atau keliru, bisa fatal. Jadi kami sudah bekali petugas kesehatan agar tanggap penanganannya langsung,” pintanya.

Diberitakan sebelumnya, Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG Ahmad Yani Semarang, Giyarto, mengatakan musim hujan telah dimulai sejak November 2023.

Kendati demikian, musim hujan 2023 ini sedikit banyak dipengaruhi fenomena El Nino yang terjadi saat musim panas kemarin.

“Makanya, karakteristik hujannya enggak tiap hari. Tapi karena tidak tiap hari, potensi cuaca ekstrem justru lebih besar. Dampaknya nanti bisa ke bemcana, seperti longsor hingga banjir,” terang Giyarto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya