SOLOPOS.COM - Tim Inafis Polrestabes Semarang saat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Kelurahan Bulusan, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (11/10/2023) malam. (Solopos.com/Adhik Kurniawan).

Solopos.com, SEMARANG — Masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), digemparkan dengan peristiwa bunuh diri dua orang mahasiswi dalam kurun waktu dua hari berturut-turut pada Selasa dan Rabu (10-11/10/2023). Apalagi, kedua mahasiswi itu sama-sama meninggalkan secarik surat yang bertuliskan tangan berisi pesan terakhir sebelum mengakhiri hidup.

Psikolog dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Indra Dwi Purnomo, menyampaikan konten dan informasi liar yang bertebaran di internet maupun media sosial terkait bunuh diri bisa memicu seorang mencontoh perilaku serupa. Sehingga, ada baiknya peristiwa bunuh diri tak disebarkan secara detail terkait alasan, penyebab, dan cara-caranya.

Promosi Simak! 5 Tips Cerdas Sambut Mudik dan Lebaran Tahun Ini

“Memang ketika dipublikasikan itu bisa menjadi pemicu, bisa menimbulkan copycat [meniru]. Maka baiknya kejadian bunuh diri itu jangan dieksploitasi berlebihan,” kata Indra kepada Solopos.com, Jumat (13/10/2023).

Tak hanya itu, Novian juga menyarankan isi dari surat berisi pesan terakhir milik korban ada baiknya tidak perlu disebar luaskan secara gamblang atau detail. Tunjuanya agar tak memunculkan trauma bagi keluarga korban yang baru berduka cita.

“Itu [secarik surat] juga bisa membuat orang yang punya masalah yang sama malah merasa serupa dan terbesit melakukan tindakan sama. Maka orang yang sudah depresi berat, dapat informasi itu [bunuh diri], bisa tersugesti untuk bunuh diri,” imbuhnya yang juga membuka layanan praktik di Akademisi Kepolisian (Akpol).

Apalagi, nilai Indra, konten-konten yang tengah viral di media sosial saat ini juga seakan-akan mengalahkan tokoh publik. Hal ini pun perlu peranan dari masyarakat untuk secara sadar atau bijak stop menyebarluaskan informasi negatif di mana salah satunya adalah mengeksploitasi bunuh diri.

“Fenomenanya copycat dulu itu sering terjadi kepada tokoh publik terkenal yang meninggal dan ramai diberitakan, menjadi viral, dan akhirnya ditiru [oleh fansnya]. Tapi saat ini, konten itu seakan menjadi tokoh publik. Seakan menginspirasi mereka yang punya permasalahan sama jika salah satu caranya adalah menyelesaikan dengan bunuh diri. Padahal itu perbuatan salah,” terangnya.

Sementara itu, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Sri Ariyanti Kristianingsing, menambahkan jika kepedulian keluarga dan lingkungan dinilai penting untuk menekan risiko seseorang mencoba bunuh diri. Sebab, selama ini mereka yang melakukan aksi bunuh diri merasa telah kehilangan support system hingga pikirannya mencapai kebuntuan untuk menyelesaikan suatu persoalan hidup.

“Keluarga dan teman-teman di lingkungan harus berperilaku positif. Ada kepedulian. Kalau ada perubahan perilaku, wajah [ekspresi] dari ceria menjadi pemurung berhari-hari, tunjukanlah kepedulian. Tanyakan kabarnya, dengarkan ceritanya, karena itu bisa menolong, ada kepedulian yang diberikan,” jelas Sri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya