SOLOPOS.COM - Caps : Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah (BBPJT), Syarifuddin (kiri), dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng, Uswatun Khasanah (kanan), saat acara Koordinsi Pemda Terkait Kebijakan Perlindungan Bahasa Daerah di Gets Hotel Semarang, Senin (13/3/2023). (Solopos.com-Adhik Kurniawan).

Solopos.com, SEMARANG — Penggunaan bahasa Jawa belakangan ini terus disorot karena berpotensi mengalami kemunduran. Hal ini menyusul mulai jarang digunakannya bahasa Jawa atau bahasa asli daerah, terutama para perantau yang pulang ke daerah asalnya.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Syarifuddin, mengatakan posisi bahasa Jawa saat ini masih relatif aman. Meski demikian, melihat fenomena yang ada saat ini lambat laun bahasa Jawa bisa mengalami kemunduran.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

“Bahasa Jawa ini posisinya aman. Tapi tetap mengawatirkan, karena bisa alami kemunduran. Kemudian menjadi kritis, maka revitalisasi bahasa daerah itu perlu untuk digencarkan, melalui partisipasi tiap kabupaten/kota, pakar, dan maestro bahasa,” kata Syarifuddin saat acara Koordinsi Pemda Terkait Kebijakan Perlindungan Bahasa Daerah di Gets Hotel Semarang, Senin (13/3/2023).

Senada disampaikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng, Uswatun Khasanah, yang menilai penggunaan bahasa Jawa di sejumlah daerah mengalami kemunduran. Fenomena itu terlihat di sejumlah daerah yang masuk kategori kemiskinan ekstrem.

“Kalau dilihat secara parsial, memang ada spot atau titik tertentu di daerah miskin atau yang banyak perantaunya memungkinkan kritis atau bisa alami kemunduran. Harus ada pembiasaan di sini, orangtua harus dipahamkan, turunkan ke anaknya, dimulai dari diksi-diksi yang biasa dulu,” pungkas Uswatun.

Penyebab kenapa daerah miskin lebih cenderung alami kemunduran dibandingkan daerah perkotaan, lanjut Uswatun, karena daerah tersebut banyak warganya yang merantau. Sementara itu, banyak perantau yang dianggap malu menggunakan bahasa daerah dengan logat khas daerahnya karena takut tidak dianggap gaul atau keren.

“Contoh, mereka hijrah ke Jakarta. Saat pulang merasa lebih keren menggunakan bahasa Indonesia, malu pakai bahasa daerah sendiri. Saya sarankan [bahasa] Indonesia untuk komunikasi formal, tapi di rumah tetap bahasa Jawa. Ini jugaa harus segera diintervensi, sekolah harus hadir di kurikulumnya. Orang tua yang menurunkan ke anaknya, masyarakat, dan melalui lomba maupun kegiatan,” terangnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya