SOLOPOS.COM - Puluhan lampion memeriahkan perayaan Pasar Imlek Semawis di kawasan Pecinan, Semarang, beberapa waktu lalu. (Imam Yuda S./Semarangpos.com)

Solopos.com, SEMARANG — Pecinan merupakan sebutan bagi permukiman masyarakat keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia. Kawasan ini biasanya terdapat di daerah-daerah yang menjadi pusat perdagangan di kawasan pesisir pantai utara Pulau Jawa, termasuk Semarang. Lantas, bagaimanakah sejarah terbentuknya Pecinan di Kota Semarang. Berikut ulasannya.

Dikutip dari laman Internet resmi Pemkot Semarang, di Kota Semarang ada empat kawasan yang menjadi pusat peradaban budaya yang hingga kini masih eksis ditandai dengan keberadaan bangunan-bangunan tua atau bernilai sejarah. Keempat kawasan itu yakni Kampung Kauman, Kampung Pecinan, Kampung Belanda (Little Netherland) atau Kota Lama, dan Kampung Melayu.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

Meski demikian, kali ini Solopos.com akan membahas tentang keberadaan Kampung Pecinan di Semarang dan sejarah terbentuknya. Dilansir dari scymark.semarangkota.go.id, Senin (23/1/2023), keberadaan Pecinan di Semarang tidak terlepas dari keberadaan orang-orang Tionghoa yang datang ke Semarang untuk berdagangan.

Mereka bahkan datang sebelum, Indonesia mengalami masa penjajahan atau Pemerintahan Hindia Belanda pada 1695. Awalnya, sebelum Pecinan terbentuk, orang-orang Tionghoa ini banyak yang bermukim di kawasan Kota Lama. Namun pada tahun 1965, Pemerintah Hindia Belanda secara tidak langsung membatasi akses masyarakat Tionghoa hingga akhirnya berpindah ke kawasan Kampung Melayu, yang banyak dihuni oleh orang-orang keturunan Arab.

Meski demikian, karena nilai ekonimis dan budaya, orang-orang Tionghoa ini lebih banyak yang berkembang di sekitar selatan Kauman. Perkembangan masyarakat Tionghoa yang semakin banyak ini kemudian menjadikan kawasan di selatan Kauman ini banyak berdiri rumah-rumah yang dibuat oleh warga Tionghoa. Mereka mendirikan rumah dengan atap genting dan pagar-pagar tinggi.

Rumah-rumah warga Tionghoa ini kali pertama dibangun di sekitar Pecinan Lor dan Wetan. Oleh karena, biaya yang tinggi dan berbagai syarat yang tidak mudah dalam mendirikan rumah, maka kala itu hanya orang-orang Tionghoa yang kaya saja yang bisa membangun rumah.

Selain itu, kondisi jalan yang tidak terlalu lebar di kawasan Pecinan Semarang, membuat masyarakat Tionghoa kala itu menciptakan moda transportasi dengan memakai tenaga kuda yang disebut dengan Be Too. Masyarakat Tionghua lebih banyak melakukan aktivitas perdangangan yang berasal dari China atau Tiongkok seperti perhiasan, sutra, keramik dan lain sebagainya.

Pejabat Pecinan Semarang

Hingga sekarang, perdangangan tersebut masih banyak bergerak di kawasan Pecinan. Misalnya kawasan perhiasan dan kain yang berada di Jalan Wahid Hasyim. Poin yang menjadi titik kebangkitan orang Tionghua di Semarang adalah ketika Pemerintah Hindia Belanda mulai mendekati orang-orang Tionghua yang sukses. Salah satunya dengan mengangkat orang Tionghua menjadi pejabat di kantor-kantor pemerintah Hindia Belanda seperti Kwee Kiau Loo yang menjadi orang Tionghoa pertama yang diangkat sebagai pejabat.

Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, ketika Semarang secara de yure diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda yang dikuasai oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie – Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) oleh Susuhunan Mataram, maka keberadaan masyarakat Tionghua mulai goyah. Hal itu dikarenakan Pemerintah Hindia Belanda kala itu menerapkan pajak yang tinggi terhadap barang dagangan yang dikelola warga Tionghoa seperti arak dan garam.

Walapun begitu, pajak yang dikenakan justru merupakan sumbangan tinggi bagi keberadaan Semarang pada masa lalu. Dalam bidang perdagangan, orang Tionghua di Semarang memiliki peranan yang besar karena adanya pendapatan masuk ke kas Pemerintah Hindia Belanda dari faktor pajak dan cukai.

Di masa sekarang, kawasan Pecinan juga masih menjadi salah satu pusat perdagangan di Kota Semarang. Bahkan, setiap akhir pekan banyak sekali dijumpai berbagai penjual kuliner di kawasan Pecinan, Semarang, atau yang kerap disebut Pasar Semawis.

Sejarah terbentuknya Pasar Semawis di Pecinan Semarang tidak terlepas dari inisiatif orang-orang keturunan Tionghoa yang tergabung dalam Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis) pada 2005 silam. Awalnya, Pasar Semawis hanya didirikan saat perayaan Imlek mulai tahun 2005 lalu. Namun, lambat laun Pasar Semawis digelar setiap akhir pekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya