Jateng
Selasa, 30 Mei 2023 - 15:26 WIB

Budaya Gotong Royong dan Kearifan Lokal dalam Tradisi Mretelung di Purbalingga

Dela Annisa  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tradisi Mretelung di Purbalingga. (https://dinpertan.purbalinggakab.go.id)

Solopos.com, PURBALINGGA — Indonesia memiliki banyak kearifan lokal kebudayaan yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Kearifan lokal juga dapat tercipta dari berbagai lapisan masyarakat, contohnya dari bidang pertanian. Tak hanya sebagai mata pencaharian, bagi masyarakat pedesaan di Jawa, bertani juga sebagai media interaksi. Oleh karena itu kegiatan ini juga memunculkan sebuah tradisi seperti di Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng), yakni Tradisi Mretelung.

Tradisi Mretelung ini berasal dari Desa Selaganggeng, Kecamatan Mrebet, Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng). Dilansir dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Mretelung dilakukan dari mencabut kacang dari tanah, mretheli biji kacang dari akar hingga mengumpulkan hasil panen. Istilah Mretelung muncul ketika ladang kacang yang dimiliki salah seorang warga desa yang sudah siap dipanen dan tetangga yang ada di sekitarnya membantu memanen dengan gotong royong tanpa upah. Oleh karena itu, tradisi ini juga disebut tradisi gotong royong. Konon tradisi gotong royong ini sudah berlangsung turun-temurun sejak dulu. Mretelung ini biasanya dilakukan selama sehari sampai dua hari.

Advertisement

Dalam tradisi ini juga muncul istilah bawon. Meskipun melakukannya secara sukarela dan tanpa dibayar, tetapi akan mendapat imbalan yang disebut bawon. Bisa dibilang, bawon merupakan upah sukarela yang diberikan sebagai ucapan terima kasih. Tetapi bawon tersebut merupakan hasil panennya yang tergatung dari apa yang dipanen dan bukan berupa uang. Misalnya ketika memanen padi, bawonnya berupa padi. Bila memanen kacang, maka bawonnya kacang. Masyarakat menerapkan sistem Bawon ini hanya saat musim panen tiba. Selain itu, sistem bawon hanya terjadi antara si pemilik lahan dan buruh tani yang membantu saja. Upah yang berwujud bawon ini juga dihitung berdasarkan perbandingan hasil petikan panennya. Biasanya satu berbanding enam atau delapan.

Pada saat Mretelung ini di ladang tersebut ada orang tua maupun anak-anak yang biasanya mencari sisa-sisa kacang di dalam tanah yang tidak tercabut. Kegiatan tersebutlah yang disebut ngasak.

Ngasak bisa diartikan sebagai mencari sisa-sisa hasil panen di dalam tanah yang tak tercabut saat panen. Dilansir dari berbagai sumber, tujuan tradisi Mretelung adalah untuk gotong royong. Hasil panen satu petani seakan akan menjadi milik dan kebahagiaan bersama. Sementara bawon diadakan agar memunculkan rasa berbagi.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif