SOLOPOS.COM - Tradisi Bujono Pirukun (Instagram/@inibaru.id)

Solopos.com, GROBOGAN — Dalam era modern saat ini, perayaan Natal biasanya dilakukan dengan makan malam bersama atau yang dikenal dengan sebutan Christmas Dinner dan diikuti dengan acara tukar kado. Namun umat Kristiani di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah memiliki tradisi tersendiri dalam merayakan Hari Raya Natal yang setiap tahun jatuh pada 25 Desember tersebut.

Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui video di sebuah kanal Youtube, umat Kristiani di Desa Mrisi, Kecamatan Tanggungharjo memiliki tradisi perayaan Natal yang dinamakan Tradisi Bujono Pirukun. Tradisi ini dilakukan dengan cara makan bersama oleh jemaat setelah melaksanakan ibadah Natal. Tradisi Bujono Pirukun ini sudah dilakukan secara turun temurun dan masih dilestartikan oleh jemaat di Desa Mrisi tersebut.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Praktiknya, jemaat akan membawa makanan khas pedesaan, seperti urap, bakmi goreng, ikan asin, peyek kacang, ayam goreng dan aneka pedesaan khas Desa Mrisi lainnya untuk dimakan bersama oleh para jemaat seusai ibadah Natal. Makanan nantinya akan dibagikan ke masing-masing kelompok jemaat untuk dimakan bersama-sama. Tradisi ini merupakan warisan nenek moyang yang memberikan filosofi bahwa pada dasarnya derajat manusia itu sama di mata Tuhan.

Baca Juga: Ini Kafe di Dekat Lokalisasi Pati yang Diwakafkan ke Gus Nuril

Pendeta Gereja Kristen Jawa  Tengah Utara (GKJTU) Kaliceret, Desa Mrisi, Agus Tri Sarjoko mengatakan bahwa tradisi ini sudah dilakukan turun temurun, bahkan sebelum dia lahir. Meskipun beberapa gereja lain banyak yang mengubah tradisi tersebut, namun GKJTU Kaliceret tetap mempertahankan tradisi yang sangat baik ini karena bersifat dapat menyatukan jemaat.

Dikenal juga dengan sebutan kepungan atau perjamuan kasih atau dalam bahasa Inggris disebut Potluck ini juga sebagai simbol ucapan syukur atas berkat Tuhan yang melimpah. Hal itu terlihat dari jenis makanan yang semua diolah dari hasil bumi masyarakat Desa Mrisi.

Salah satu jemaat GKJ Kaliceret, Agus Suharto mengatakan bahwa kepungan ini adalah bentuk ucapan syukur jemaat yang dulunya banyak yang berprofesi sebagai petani. Bekat Tuhan yang melimpah itu tercermin dari hasil panen melimpah yang kemudian dijadikan sebagai hidangan kepungan untuk dinikmati bersama jemaat lainnya sebagai bentuk ucapan syukur.

Baca Juga: Aksi Unik Wali Kota Tegal, Pakai Seragam SD Tinjau Vaksinasi Anak

Meskipun terlihat sederhana, tradisi Bujono Pirukun ini memiliki nilai filosofi yang sangat dalam, yaitu mengajarkan jemaat untuk saling hidup dalam kerukunan antar jemaat dan juga masyarakat dalam pedesaan. Selain pada perayaan Natal, tradisi ini juga dilakukan di perayaan-perayaan umat Kristiani lainnya di GKJTU Kaliceret, seperti Paskah, dan acara-acara internal Gereja.

Sementara itu dilansir dari Liputan6.com, GKJTU Kaliceret yang ada di Desa Mrisi ini merupakan salah satu gereja unik yang usianya sudah lebih dari 100 tahun. Gereja ini dibangun dengan material kayu sebagai kontruksi rumah dan yang menjadi keunikan gereja ini adalah bangunannya yang nyaris tanpa kayu.

Pendeta Agus Tri Harjoko yang memimpin jemaat di Kecamatan Tanggungharjo itu mengatakan bahwa gereja ini dibangun pada 1898 dan pernah nyaris roboh karena tertiup angin yang sangat kencang dari arah yang berlawanan. Penyanggah pada bangunan gereja ini hanya bergantung pada besi pipih yang menyerupai  ikat pinggang yang melingkar dan mengikat seluruh bangunan yang berasitektur Jawa-Belanda ini. Besi pipih itulah yang membuat bangunan tersebut kokoh hingga sekarang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya