SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Bulog Semarang mengaku telah kehilangan 30 mitra yang selama ini loyal membantu penyerapan beras petani.

Semarangpos.com, SEMARANG — Badan Urusan Logistik (Bulog) Subdivre Semarang mengaku kehilangan loyalitas lebih dari 30 mitra yang biasa membantu dalam penyerapan gabah petani. Kini, Bulog Semarang hanya bisa mengandalkan 12 mitra loyal untuk Program Serap Gabah (Sergab).

Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI

Padahal, dalam menyerap gabah petani, Bulog Semarang selama ini mendandalkan lebih dari 40 mitra yang tersebar di Semarang, Salatiga, Demak, Kendal, dan Grobogan. “Kami sebenarnya punya 43 mitra, tinggal 12 mitra yang masih bisa diandalkan,” aku Kepala Bulog Subdivre Semarang Gatot Hendro Waluyo di sela-sela peninjauan oleh Tim Pengawal Sergab dari Kementerian Pertanian, di Kota Semarang, Rabu (18/10/2017).

Dia menyebutkan, target penyerapan gabah hingga September 2017 sebesar 80% baru tercapai 77,8% yang diakuinya memang terkendala beberapa faktor, seperti bahan yang menipis hingga ada mitra yang tidak semuanya loyal. Apalagi, kata dia, gabah yang dihasilkan petani di Purwodadi dan Demak tidak hanya diambil mitra setempat, melainkan dari daerah lain, seperti Pati, Sragen hingga Jawa Barat karena faktor bahan yang menipis.

“Harga di pasaran, dengan bahan yang sedikit tentu menjadi naik. Ya, masih ada mitra-mitra kami yang loyal, seperti di Depok, Purwodadi ada empat mitra masih jalan, kemudian beberapa mitra juga di Demak,” katanya pula. Hendro menegaskan pihaknya akan terus berupaya memaksimalkan target penyerapan dengan menggandeng berbagai pihak, termasuk mendorong para mitra untuk lebih loyal demi terwujud ketahanan pangan nasional.

Kepala Bulog Divre Jawa Tengah Djoni Nur Ashari mengakui masih kurang serapan gabah, hingga 17 Oktober 2017 menunjukkan serapan 347.701 ton atau 57% dari telah ditetapkan untuk provinsi ini sebanyak 602.275 ton. “Kami terus lakukan upaya persuasif ke penggilingan-penggilingan padi karena kondisi sekarang memang masih paceklik. Belum ada panen raya lagi. Memang masih ada yang panen, tetapi sifatnya spot-spot tertentu,” katanya.

Siklus pengadaan di Jateng, kata dia, dua sepertiganya memang berada pada periode Maret-Juni, dan sepertiganya periode Juli-September, sehingga periode Oktober mulai memasuki paceklik hingga siklus panen berikutnya. “Saya tiap hari keliling ke penggilingan yang masih ada stok, harga bisa masuk. Jateng kan tidak hanya mikir untuk Jateng, tetapi mengirim ke luar. Kami sudah mengirim 42.000 ton ke Aceh, Medan, Padang, dan Kalimantan,” katanya pula.

Penanggung Jawab Sergap Jateng untuk wilayah Subdivre Semarang dan Surakarta dari Pusat Pendidikan Pertanian Kementan Teddy Rachmat Muliady mengatakan penyerapan gabah di Jateng secara keseluruhan masih rendah. “Makanya, kami terus lakukan dorongan dan percepatan. Semarang memang yang paling tinggi serapannya untuk Jateng, namun kan harus menyeluruh. Tiga minggu ini kami turun ke wilayah-wilayah untuk mendorong percepatan,” katanya lagi.

Dia menyebutkan, diawali dari Pekalongan, Pati, Surakarta, kemudian sekarang di Semarang, dilanjutkan di Kedu, dan terakhir Banyumas untuk mendorong penyerapan beras di Jateng bisa mencapai target yang ditetapkan hingga akhir tahun ini. “Potensi di Semarang seperti disampaikan tadi sebenarnya masih besar, tapi banyak yang lari keluar. Kami cari seperti apa persoalannya, sebab potensi panen Oktober-November 2017 masih memungkinkan,” kata dia.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya