SOLOPOS.COM - Pekerja Educa Studio saat mendesain untuk kebutuhan animasi. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SALATIGAResesi global membuat beberapa startup harus melakukan perampingan perusahaan. Alhasil, badai PHK massal perusahaan startup tak bisa dihindari dan beberapa startup terpaksa berguguran.

Salah seorang pelaku bisnis startup asal Salatiga, Andi Taru, mengatakan resesi sebenarnya tidak hanya dialami sektor startup. Namun dampak yang terlihat masif memang berada di sektor startup dan teknologi.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

“Kami melihatnya dari sisi ekonomi pascapandemi. Ada penurunan ekonomi sehingga terjadi tidak sesuai prediksi,” terang CEO Educa Studio ini kepada Solopos.com, Jumat (10/2/2023).

Hal itu, kata Andi, membuat para investor memilih menahan uangnya, mencari aman untuk investasi. Sebab, dalam kondisi sekarang perhitungannya sulit ditebak.

“Suku bunga naik. Ketika suku bunga naik. Lebih memilih ditaruh di bank. Bukan di perusahaan,” ungkapnya.

Diakui, investasi di sektor startup memang memiliki risiko yang tinggi. Kondisi investor saat ini, sebagian besar lebih memilih menaruh di bank.

“Perusahaan yang baru tumbuh membutuhkan pendanaan. Jika tidak dapat pendanaan. Solusinya adalah layoff [PHK],” jelas dia.

Selain itu, kebiasaan masyarakat sudah kembali seperti semula pascapandemi. Saat sekarang, rapat dilakukan secara langsung. Berbeda saat berlangsung pandemi Covid-19 yang harus dilakukan secara online.

Kembalinya kebiasaan orang setelah pandemi itu membikin beberapa platform berguguran. Terlebih, pertumbuhan startup sangat pesat saat pandemi sehingga banyak menyerap tenaga kerja. Solusi di tengah kondisi sekarang ini, memang banyak yang memilih layoff.

Jauh sebelum kondisi seperti saat ini, Andi mengaku telah mengantisipasi menurunnya bisnis di sektor startup. Hal yang dilakukan, di antaranya tidak berlebihan menyerap tenaga kerja ketika sedang tumbuh pesat saat pandemi.

“Kami tetap bijaksana. Kami tidak eksplosif sehingga sampai sekarang masih aman. Walaupun ada pertumbuhan dari 12 orang menjadi 78 orang,” bebernya.

Ia juga sengaja membuat perusahaanya tidak mengikuti tren startup yang identik dengan gaji besar dan kehidupan yang mewah.

“Kami cukup bijaksana dengan hal tersebut. Jadi tidak membuat culture yang seperti itu. Misalkan karyawan bonus best on performance,” ungkapnya.

Di samping itu, ia tidak mengambil karyawan dari perusahaan lain dengan gaji yang lebih besar. Sebab, itu akan membuat kesehatan di tubuh perusahaan tidak baik.

“Kami mencoba dengan pendekatan yang lain. Jadi kami hiring talent, misal bagus dengan gaji tinggi oke. Tapi logis enggak. Kalau enggak logis akan jadi standar tidak karuan. Internal jadi enggak jelas standar gajinya,” jelas Andi.

Dikatakannya perusahaan startup harusnya memang dijalankan sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sehingga bisa stabil.

“Kami ingin membangun perusahaan secara manajemen itu bagus,” ungkapnya.

Menurutnya hal tersebut bisa dilakukan oleh Educa Studio karena sudah berjalan sejak tahun 2011. Sehingga cukup bisa memperkirakan adanya dampak turunnya investor.

Selain itu perusahaannya juga sudah berjalan dan bukan masa eksperimen. Sehingga tetap bisa berjalan tanpa harus memakai investor. Pendanaan ditujukan mempercepat pertumbuhan perusahaan.

“Kalau saat ini kami melihatnya adalah seleksi alam. Kalau yang bisa survive dalam kondisi tekanan ekonomi, tahun politik, terus dengan sulitnya mencari pendanaan. Jadi sekarang dituntut untuk benar-benar menjadi perusahaan. Manajemen bagus, menghargai talent, produknya bagus. Dituntut bagus di semua lini,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya