SOLOPOS.COM - Ketua Pimpinan Daerah (PD) Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman (FSP RTMM), Edy Riyanto (tengah), saat menggelar jumpa pers di Semarang terkait rencana kenaikan cukai hasil tembakau atau cukai rokok 2023, Selasa (20/9/2022). (Solopos.com-Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG — Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSPRTMM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menilai masa depan industri hasil tembakau semakin tidak terjamin menyusul adanya rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2023 nanti. Kenaikan cukai itu berpotensi mengurangi produktivitas, produksi, pekerja hingga pendapatan di sektar industri tembakau.

Ketua Pimpinan Daerah (PD) FSPRTMM-SPSI Jateng, Edy Riyanto, mengatakan banyak pekerja rokok yang berharap mendapat perlindungan agar kepastian kerja tetap terjaga. Oleh karenanya, ia pun meminta bantuan pemerintah baik di daerah dan provinsi untuk meneruskan aspirasi penolakan kenaikan cukai hasil tembakau ke pemerintah daerah.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

“Di pabrik rokok, mereka (pekerja) bekerja sebagai buruh linting. Mayoritas perempuan. Pabrik rokok saat ini sedang banyak menyampaikan keresahan dengan rencana kenaikan cukai hasil tembakau 2023,” jelas Edy di Semarang, Selasa (20/9/2022).

Kendati demikian, Edy belum mengetahui secara pasti berapa kenaikan cukai hasil tembakau pada 2023 mendatang. Namun, ia menilai dengan tidak adanya kenaikan harga cukai bisa memicu peningkatan kapasitas produksi dan berdampak pada kenaikan gaji karyawan.

“Kenaikan berapa persen belum tahu. Biasanya [diumumkan] naik bulan Oktober atau November. Jadi kalau bisa naiknya jangan signifikan. Saat 2019 [bertepatan dengan Pilpres] itu 0 persen [tidak naik]. Setelah itu, pada 2020 naik dua kali lipat, 2021 naik empat kali lipat. Sedangkan tahun 2021 naik empat persen. Tahun 2023 nanti harapannya tidak naik. Kalau terpaksa jangan melebih inflasi,” ujarnya.

Baca juga: Dinkes Ketar-Ketir, Perda KTR Diharapkan Tekan Jumlah Perokok Muda Boyolali

Lebih lanjut, rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif produk tembakau bagi kesehatan juga dinilai menyudutkan para pekerja rokok. Pasalnya, revisi ini didorong oleh pihak-pihak yang ingin menyudutkan hasil tembakau menjadi tidak legal atau terlarang.

“Jadi rencana kenaikan cukai dan revisi itu [PP No. 109/2021] bisa menghancurkan IHT [industri hasil tembakau]. Menciptakan pengangguran dan menambah kemiskinan. Ini tidak adil, karena selama ini IHTnomor 109 tahun 2012) bisa menghancurkan IHT, menciptakan pengangguran dan menambah kemiskinan. Ini tidak adil, karena selama ini IHT telah memberikan kontribusi besar bagi ekonomi dan serapan tenaga kerja,” jelasnya.

Sementara itu, salah seorang pekerja rokok, Juni Indarwati, tak menampik jika kenaikan cukai rokok berisiko memengaruhi produktivitas pekerja dan pemasukan pekerja. Bahkan, ia menyebut sudah lima tahun terakhir mendapat pengurangan jam lembur.

Baca juga: Tarif Cukai Naik, Berikut Harga Rokok Termurah di Indonesia

“Kita dari yang bekerja 10 jam sehari sekarang jadi tujuh jam sehari. Enggak ada lembur lagi, permintaan pasar turun karena produktivitas turun,” ujarnya.

Sekadar informasi, anggota FSPRTMM-SPSI Jateng saat ini mencapai 107.181 orang. Perinciannya, sekitar 80,01 persen bekerja di pabrik rokok sigaret kretek tangan dan sisanya, sekitar 19,09 persen bekerja di pabrik makanan dan minuman.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya