Jateng
Selasa, 20 September 2022 - 17:30 WIB

Cukai Rokok Bakal Naik, Pekerja Rokok di Jateng Mulai Galau

Adhik Kurniawan  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Pimpinan Daerah (PD) Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman (FSP RTMM), Edy Riyanto (tengah), saat menggelar jumpa pers di Semarang terkait rencana kenaikan cukai hasil tembakau atau cukai rokok 2023, Selasa (20/9/2022). (Solopos.com-Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG — Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSPRTMM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menilai masa depan industri hasil tembakau semakin tidak terjamin menyusul adanya rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2023 nanti. Kenaikan cukai itu berpotensi mengurangi produktivitas, produksi, pekerja hingga pendapatan di sektar industri tembakau.

Ketua Pimpinan Daerah (PD) FSPRTMM-SPSI Jateng, Edy Riyanto, mengatakan banyak pekerja rokok yang berharap mendapat perlindungan agar kepastian kerja tetap terjaga. Oleh karenanya, ia pun meminta bantuan pemerintah baik di daerah dan provinsi untuk meneruskan aspirasi penolakan kenaikan cukai hasil tembakau ke pemerintah daerah.

Advertisement

“Di pabrik rokok, mereka (pekerja) bekerja sebagai buruh linting. Mayoritas perempuan. Pabrik rokok saat ini sedang banyak menyampaikan keresahan dengan rencana kenaikan cukai hasil tembakau 2023,” jelas Edy di Semarang, Selasa (20/9/2022).

Kendati demikian, Edy belum mengetahui secara pasti berapa kenaikan cukai hasil tembakau pada 2023 mendatang. Namun, ia menilai dengan tidak adanya kenaikan harga cukai bisa memicu peningkatan kapasitas produksi dan berdampak pada kenaikan gaji karyawan.

Advertisement

Kendati demikian, Edy belum mengetahui secara pasti berapa kenaikan cukai hasil tembakau pada 2023 mendatang. Namun, ia menilai dengan tidak adanya kenaikan harga cukai bisa memicu peningkatan kapasitas produksi dan berdampak pada kenaikan gaji karyawan.

“Kenaikan berapa persen belum tahu. Biasanya [diumumkan] naik bulan Oktober atau November. Jadi kalau bisa naiknya jangan signifikan. Saat 2019 [bertepatan dengan Pilpres] itu 0 persen [tidak naik]. Setelah itu, pada 2020 naik dua kali lipat, 2021 naik empat kali lipat. Sedangkan tahun 2021 naik empat persen. Tahun 2023 nanti harapannya tidak naik. Kalau terpaksa jangan melebih inflasi,” ujarnya.

Baca juga: Dinkes Ketar-Ketir, Perda KTR Diharapkan Tekan Jumlah Perokok Muda Boyolali

Advertisement

“Jadi rencana kenaikan cukai dan revisi itu [PP No. 109/2021] bisa menghancurkan IHT [industri hasil tembakau]. Menciptakan pengangguran dan menambah kemiskinan. Ini tidak adil, karena selama ini IHTnomor 109 tahun 2012) bisa menghancurkan IHT, menciptakan pengangguran dan menambah kemiskinan. Ini tidak adil, karena selama ini IHT telah memberikan kontribusi besar bagi ekonomi dan serapan tenaga kerja,” jelasnya.

Sementara itu, salah seorang pekerja rokok, Juni Indarwati, tak menampik jika kenaikan cukai rokok berisiko memengaruhi produktivitas pekerja dan pemasukan pekerja. Bahkan, ia menyebut sudah lima tahun terakhir mendapat pengurangan jam lembur.

Baca juga: Tarif Cukai Naik, Berikut Harga Rokok Termurah di Indonesia

Advertisement

“Kita dari yang bekerja 10 jam sehari sekarang jadi tujuh jam sehari. Enggak ada lembur lagi, permintaan pasar turun karena produktivitas turun,” ujarnya.

Sekadar informasi, anggota FSPRTMM-SPSI Jateng saat ini mencapai 107.181 orang. Perinciannya, sekitar 80,01 persen bekerja di pabrik rokok sigaret kretek tangan dan sisanya, sekitar 19,09 persen bekerja di pabrik makanan dan minuman.

 

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif