SOLOPOS.COM - Transaksi solar bersubsidi (Dok/JIBI/Solopos)

Pegawai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Manahan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (5/8/2014), melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di pom bensin tempatnya bekerja. Sejumlah SPBU di Kota Solo yang Senin (4/8/2014) lalu melakukan pembatasan penjualan solar bersubsidi saat ini kembali beroperasi normal seperti biasa karena aturan tersebut hanya berlaku untuk empat SPBU di Soloraya. (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Transaksi solar bersubsidi (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Kanalsemarang.com, SEMARANG— Organisasi gabungan angkutan darat (Organda) Semarang berharap pemerintah segera memastikan tarif baru untuk transportasi umum menyusul wacana kenaikan harga BBM subsidi sebesar Rp3.000/liter.

Promosi Cuan saat Ramadan, BRI Bagikan Dividen Tunai Rp35,43 Triliun

“Kalau harga BBM subsidi dinaikkan artinya tidak ada lagi BBM subsidi, sehingga kami berharap cepat diikuti dengan penyesuaian tarif baru,” jelas Penasihat Organda Kota Semarang Dedi Sudiardi seperti dikutip Antara, Rabu (8/10/2014).

Menurutnya, untuk keputusan besaran tarif transportasi kelas ekonomi menjadi kewenangan dari pemerintah, sedangkan untuk nonekonomi menjadi kewenangan pemilik armada umum.

“Meski demikian, kami sebagai pengusaha angkutan umum tetap akan berupaya untuk mengajukan besaran kenaikan tarif transportasi ekonomi,” jelasnya.

Upaya tersebut bertujuan agar tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan karena besaran kenaikan tarif yang tidak sesuai. Menurutnya, besaran kenaikan tarif harus dihitung secara cermat sehingga jangan sampai terjadi dampak buruk yang mengikuti kebijakan kenaikan tarif tersebut.

“Jangan sampai penumpang terbebani karena kenaikan tarif yang terlalu tinggi atau mungkin pengusaha transportasi umum yang kesulitan beroperasi karena kenaikan yang terlalu rendah,” jelasnya.

Untuk mengimbangi kenaikan tarif transportasi umum, pihaknya berharap agar pemerintah juga ikut menaikkan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) agar masyarakat tetap memiliki daya beli yang tinggi.

“Kalau UMK tidak dinaikkan ada potensi terjadi penurunan jumlah penumpang, itu mungkin saja terjadi karena penumpang merasa kesulitan kalau harus membayar tarif transportasi umum yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka,” jelasnya.

Sementara itu, Dedi tidak memungkiri potensi penurunan jumlah penumpang di awal pemberlakukan tarif baru sangat mungkin terjadi. Hal tersebut terlihat dari kejadian yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya