SOLOPOS.COM - Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (JIBI/Solopos/Dok.)

Dampak pelemahan rupiah sangat dirasakan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur yang kesulitan berproduksi.

Kanalsemarang.com, SEMARANG- Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah menyatakan banyak perusahaan manufaktur yang kesulitan berproduksi di tengah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang sedang terjadi.

Promosi BRI Pastikan Video Uang Hilang Efek Pemilu untuk Bansos adalah Hoaks

“Perusahaan manufaktur yang memiliki banyak karyawan dan 70-80 persen bahan bakunya masih impor sangat terpengaruh oleh penguatan dolar AS ini,” kata Ketua Apindo Jateng Frans Kongi di Semarang, Selasa (22/9/2015).

Menurut dia, jika kondisi tersebut berlangsung lebih lama lagi bukan tidak mungkin langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) akan diambil oleh perusahaan-perusahaan terutama yang memiliki ribuan karyawan.

“Sebetulnya, PHK sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir ini. Kebanyakan yang melakukan PHK adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di sektor tekstil dan baja,” katanya.

Menurut dia, dari data yang dicatat oleh Dinas Tenaga Kerja Jawa Tengah, jumlah karyawan yang di-PHK sebanyak 1.300 orang. Namun dari Apindo mencatat, karyawan yang menjadi korban PHK sudah mencapai lebih dari 2.000 orang.

“Penguatan dolar AS ini memberikan kerugian bagi sebagian pengusaha, jika kondisi terus-menerus seperti ini perusahaan bisa tutup,” katanya.

Apindo juga mencatat, sepanjang terjadinya penguatan dolar AS kali ini, jumlah perusahaan yang tutup operasi sebanyak tiga perusahaan. Meski demikian, pihaknya enggan merinci nama-nama perusahaan tersebut.

Sementara itu, jika dibandingkan kondisi saat ini dengan krisis ekonomi tahun 1998, Frans mengatakan kondisinya sangat berbeda.

“Kalau dulu yang buruk hanya kondisi ekonomi Indonesia, jadi permintaan asing tetap masuk ke Indonesia. Sedangkan sekarang permintaan pasar asing juga turun karena pelemahan mata uang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di beberapa negara lain,” katanya.

Bahkan, salah satu negara tujuan ekspor terbesar dari Indonesia yaitu Tiongkok, mulai mengurangi permintaan produksi dari Indonesia.

“Mereka memilih untuk memproduksi sendiri kebutuhannya karena tidak mau impor. Ini salah satu langkah untuk mempertahankan diri,” katanya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap Pemerintah segera mengambil langkah nyata terkait penguatan dolar AS terhadap mata uang rupiah tersebut.

“Salah satunya dalam penetapan UMP pada tahun 2016, harapannya tidak terlalu memberatkan perusahaan. Jika UMP terlalu tinggi akan memberatkan perusahaan, dengan begitu kami semakin kesulitan beroperasi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya