Jateng
Kamis, 24 Mei 2018 - 07:50 WIB

Dianggap Pro-HTI dan Anti-Pancasila, Ini Jawaban Guru Besar Undip

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Semarangpos.com, SEMARANG &ndash;</strong> <a title="Dianggap Sebar Kebencian, Dosen Undip Jalani Sidang Kode Etik" href="http://semarang.solopos.com/read/20180522/515/917816/dianggap-sebar-kebencian-dosen-undip-jalani-sidang-kode-etik">Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip),</a> Prof. Suteki, menolak anggapan yang menyebut dirinya merupakan anti-Pancasila dan berpaham radikal.</p><p>Anggapan itu mencuat menyusul postingan terkait dukungan terhadap <a title="GP Ansor Instruksikan Banser Rangkul Eks HTI" href="http://news.solopos.com/read/20180509/496/915069/gp-ansor-instruksikan-banser-rangkul-eks-hti">organisasi masyarakat Hizbut Tharir Indonesia </a>&nbsp;(HTI) yang mencatut nama serta foto Suteki di media sosial (medsos). Postingan di medsos ini pun ramai diperbincangkan, hingga membuat Suteki dikabarkan harus menjalani sidang kode etik oleh Dewan Kehormatan Komite Etik (DKKE) Undip.</p><p>Suteki mengatakan bahwa dirinya memang pernah diminta menjadi ahli dalam sidang permohonan pembatalan Perpu Ormas No.2/2017 di Jakarta. Meski demikian, bukan berarti dirinya merupakan anggota HTI dan anti-NKRI maupun anti-Pancasila.</p><p>&ldquo;Saat itu saya diminta menjadi ahli dalam sidang pembatalan Perpu Ormas. Memang, saat itu saya hadir atas permintaan dari HTI. Tapi, bukan berarti saya orang HTI dan anti-Pancasila. Saya diminta datang karena kemampuan dan ilmu yang saya miliki,&rdquo; ujar Suteki saat dijumpai Semarangpos.com di kampus Magister Ilmu Hukum Undip, Pleburan, Kota Semarang, Rabu (23/5/2018).</p><p>Suteki mengatakan dari analisanya saat itu, HTI memang tidak layak dianggap sebagai ormas terlarang. HTI hanyalah sebuah organisasi dakwah yang mengajarkan tentang khilafah.</p><p>&ldquo;Khilafah itu ada dalam ajaran Islam. Memang tidak bisa diterapkan dalam NKRI. Tapi, apakah tidak boleh dipelajari?&rdquo; ujar Suteki.</p><p>Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Program Studi (Kaprodi) Magister Ilmu Hukum (MIH) Undip itu juga menyayangkan sikap media massa, terutama online, yang menudingnya anti-Pancasila dan anti-NKRI. Ia menilai media massa terlalu cepat membuat kesimpulan tanpa meminta klarifikasi terlebih dulu darinya.</p><p>&ldquo;Saya merasa media melakukan <em>trial by the press.</em> Mereka seakan menghakimi saya sebagai anti-Pancasila. Padahal, saya ini sudah sejak 20 tahun terakhir mengajar kuliah tentang Pancasila. Kalau mau bicara tentang Pancasila, silakan saja. Tapi, jangan anggap saya sebagai orang yang anti-Pancasila apalagi anti-NKRI,&rdquo; beber Suteki.</p><p>Suteki juga membantah posting yang tersebar di medsos dengan <a title="Gugatan Ditolak PTUN, HTI Tetap Dinyatakan Bubar" href="http://news.solopos.com/read/20180507/496/914888/gugatan-ditolak-ptun-hti-tetap-dinyatakan-bubar">#<em>HTIdiHati, #HTILanjutkanPerjuangan</em>, </a>dan <em>#KhilafahAjaranIslam</em> merupakan hasil karyanya.</p><p>&ldquo;Itu bukan saya yang buat, tapi memang benar ada kata-kata saya yang digunakan di situ. Bagi saya itu enggak masalah. Toh, apa yang saya katakan, pendapat saya tentang HTI itu ya seperti itu,&rdquo; tutur Suteki.</p><p>Suteki menambahkan hingga saat ini pihaknya belum mendapat panggilan dari Undip untuk menjalani sidang kode etik. Meski demikian, dirinya mengaku siap mempertahankan argumennya di depan DKKE Undip.</p><p>&ldquo;Toh, kehadiran saya saat sidang [pembatalan Perpu Ormas] juga membawa nama Undip. Saya dipanggil sebagai ahli karena kapasitas saya sebagai guru besar Undip,&rdquo; bebernya.&nbsp;</p><p><strong><em><a href="http://semarang.solopos.com/">KLIK</a> dan <a href="https://www.facebook.com/SemarangPos">LIKE</a> di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya</em></strong></p>

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif