Jateng
Jumat, 21 Juni 2024 - 13:10 WIB

Dikejar Warga Papua, Investor Tambang Asal Salatiga Bilang Salah Alamat

Hawin Alaina  /  Mariyana Ricky P.D  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengacara investor tambang yang tengah berkonflik dengan warga Papua, Mohammad Sofyan (dua kiri) saat menggelar konferensi pers, Jumat (21/6/2024). (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SALATIGA – Pihak pengacara investor tambang emas Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN), Mohammad Sofyan memberikan jawaban terkait adanya warga dan mahasiswa asal Papua yang mendatangi Mapolres Salatiga dengan tujuan meminta mediasi pembangunan tambang emas di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.

Sofyan menyebut, pihak koperasi BLN yakni Nicholas Nyoto Prasetyo sudah menemui warga asal Papua untuk mediasi di Mapolres Salatiga. Namun mediasi yang dilakukan pada Kamis (20/6/2024) malam itu, tidak ada titik temu.

Advertisement

“Yang terkait (Nicholas) sudah punya itikad baik untuk menemui mereka dan berkomunikasi dengan baik. Tapi komunikasi tidak bisa berjalan sebagaimana semestinya. Sehingga tidak ada titik temu,” kata Sofyan, Jumat (21/6/2024).

Dikatakan, dalam proyek tambang itu Koperasi BLN bertindak sebagai investor. Sementara untuk pelaksanaan di lapangan dan secara teknis dilakukan oleh Ormas Barisan Merah Putih, Papua.

“Tapi klien kami tiba-tiba didatangi oleh oknum tersebut salah alamat. Mereka bertindak sebagai pemilik lahan dan menyampaikan beberapa argumen. Menurut kami alasan dan legal standing kami pertanyaan,” jelas Sofyan.

Advertisement

Tim pengacara investor Al Ghozali menambahkan, proyek tambang emas tersebut belum dimulai. Kegiatan pembukaan tambang emas itu bermula dari tawaran dari Ormas Barisan Merah Putih, Papua dan kemudian kliennya tertarik. Sehingga berinvestasi dengan Ormas tersebut sebagai pelaksana lapangannya.

“Ormas Merah Putih melakukan kesepakatan dengan masyarakat adat setempat. Ormas tersebut sudah memiliki kesepakatan tertulis. Kemudian klien kami mau berinvestasi,” terangnya.

Setelah melakukan persiapan pertambangan itu muncul gejolak dari warga adat setempat yang meminta kompensasi atas kerusakan hutan adat.

Advertisement

Namun sebenarnya hal itu menjadi tanggungjawab dari pelaksana lapangan, yakni Ormas Barisan Merah Putih.

“Klien kami hanya sebagai investor jadi alasan mereka ngejar sampai di Salatiga, salah alamat,” tandasnya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif