SOLOPOS.COM - Salah satu bursa pakaian bekas impor atau thrifting yang terletak di Jalan Ki Mangun Sarkoro, Kota Semarang. (Solopos.com-Ponco Wiyono)

Solopos.com, SEMARANG – Bisnis pakaian bekas impor atau yang populer dikenal dengan thrifting saat ini memang tengah dibatasi atau dilarang. Kendati demikian, tren berbelanja pakaian bekas atau thrifting masih menjamur di kalangan anak muda, termasuk di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Seperti yang terlihat di Jalan Ki Mangun Sarkoro, Kelurahan Karangkidul, Kecamatan Semarang Tengah, di mana pelaku thrifting masih bisa dijumpai, terutama saat momen akhir pekan atau ketika ada pasar tumpah.

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

Seorang pengunjung pasar tumpah pada Minggu (2/4/2023), yakni mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes) bernama Bella, 22, mengaku menyukai pakaian impor bekas karena modelnya dan harganya yang terjangkau.

“Modelnya enggak ada yang nyamain. Sementara harganya pun murah dan terkadang bisa dapat barang branded [bermerek]. Setidaknya bagus untuk ganti outfit, agar tidak bosan untuk di kampus,” kata mahasiswi semester 6 ini.

Demikian halnya, Randy Dwi Saputra, 25, warga Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, itu menyukai thrifting karena harganya murah dan tak jarang menawarkan barang bagus bermerek top.

“Apalagi kalau pintar memilih, bisa dapat murah kualitasnya bagus dan dapat branded,” jelasnya.

Di pasar tumpah Jalan Ki Mangun Sarkoro, tidak semua pelaku thrifting menekuni usaha itu sebagai mata pencarian utama. Seorang pedagang asal Jawa Barat yang menolak menyebut nama, mengatakan bisnis pakaian bekasnya merupakan usaha sampingan.

Maka dari itu ia tidak begitu pusing dengan kebijakan pemerintah yang melarang penjualan baju impor bekas. Meski pun ia berharap ke depan ada pelonggaran.

“Saya juga kerja di alat berat crane. Kalau sekarang kesulitannya ya karena ada pembatasan barang jadi sulit didapatkan. Alasan pembatasan adalah karena pengusaha pakaian lokal demo, tapi saya dengar pelaku thrifting juga demo jadi semoga ada kabar baik untuk kami,” urainya.

“Bisnis pakaian impor bekas sudah ada sejak belasan tahun lalu, mengapa baru diotak-atik, ada apa? Barang yang masuk ke negara ini kan juga seharusnya ada yang mengawasi, ini mengapa bisa lolos,” tandasnya.

Thrifting sudah memiliki tempat di hati pencintanya. Berbekal uang Rp25.000 hingga Rp100.000 pembeli sudah bisa membawa pulang pakaian bermerek meski kondisinya bekas. Hal ini diakui sendiri oleh seorag pengunjung Irwan Budi Prasetya, 25, yang datang jauh-jauh dari Kabupaten Batang untuk membeli baju impor bekas.

“Sebelumnya hanya diajak teman untuk lihat-lihat. Ternyata murah dan bagus-bagus. Malah sekarang saya merasa ketagihan,” akunya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya