SOLOPOS.COM - Beduk Pandowo di Masjid Agung Purworejo disebut sebagai beduk terbesar di dunia. (https://visitjawatengah.jatengprov.go.id/id/destinasi-wisata/bedug-pendowo)

Solopos.com, PURWOREJO — Masjid Agung Kauman Purworejo menyimpan salah satu benda bersejarah berupa beduk berukuran raksasa. Bahkan, konon beduk yang diberi nama Beduk Pandowo ini sebagai salah satu beduk terbesar di dunia, berikut sejarah pembuatannya.

Dilansir dari visitjawatengah.jatengprov.go.id, pembuatan Beduk Pandowo atau yang juga memiliki nama sebagai Beduk Kiai Bagelen itu tak terlepas dari inisiatif Bupati pertama Purworejo, KRA Tjokronagoro I. Pembuatan beduk itu tak terlepas dari selesainya pembangunan Masjid Agung Bagelen pada tahun 1834.

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

Atas permintaan Bupati, adiknya yang bernama Mas Tumenggung Prawironegoro Wedana Bragolan mengusulkan untuk pemembuatan beduk. Bahan beduk berasal dari panngkal dasar kayu jati yang berasal dari Dusun Pendowo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo.

Konon, pohon jati untuk pembuatan beduk itu usianya sudah mencapai ratusan tahun dengan ukuran batang yang besar dan bercabang lima. Bagi masyarakat Jawa, pohon jati dengan lima cabang kerap disebut pandowo yang mengandung makna sifat perkasa dan berwibawa.

Setelah beduk selesai dibuat, muncul masalah baru yakni bagaimana cara memindahkan ke Masjid Agung dengan jarak 9 km dan dalam kondisi jalan yang sangat sulit. Oleh karena itu, Bupati Tjakranagoro I menunjuk seorang bernama Kiai Haji Muhammad Irsyad untuk memimpin proyek pemindahan. Akhirnya, pemindahan beduk dilakukan oleh pekerja dengan cara mengangkat beduk secara beramai-ramai dengan iringan bunyi gamelan. Juga lengkap dengan penari tayub yang menanti di sepanjang pos pemberhentian. Setelah melalui perjalanan yang panjang, beduk terbesar di dunia itu sampai di Masjid Agung Purworejo, yang terletak di sebelah barat Alun-Alun Purworejo.

Disebut sebagai beduk terbesar di dunia karena berdasarkan hasil pengukuran, panjang rata-rata Beduk Pandowo ini mencapai 292 sentimeter (cm), garis tengah depan 194 cm, garing tengah belakang 180 cm, keliling bagian depan 601 cm dan keliling bagian belakang 564 cm.

Beduk tersebut pernah mengalami kerusakan pertama pada tanggal 3 Mei 1936, tepatnya saat berusia 102 tahun. Semula permukaan beduk tersebut dilapisi dengan kulit banteng. Akan tetapi karena rusak, permukaannya kemudian diganti dengan kulit sapi Ongale dan sapi Pamacek dari Desa Winong, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

Beduk Pandowo ditabuh setiap hari menjelang salat Subuh, Ashar, Maghrib, dan Isya. Selain itu, bedug juga ditabuh menjelang salat Idulfitri dan Iduladha, acara-acara keagamaan Islam, dan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Beduk ini juga ditabuh sebagai tanda penghormatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya