SOLOPOS.COM - Ilustrasi pasar tradisional. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), menemukan setidaknya ada 6.000 kios atau lapak di berbagai pasar tradisional di Kota Semarang terbengkalai atau dibiarkan kosong karena pedagang tidak mau memanfaatkan atau menempati.

Data itu diperoleh Disdag Kota Semarang setelah melakukan penyisiran bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang di 52 pasar tradisional yang ada di Kota Semarang.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

“Ada 6.000 kios dan los kosong di tangan [catatan] kami,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdag Kota Semarang, Fajar Purwoto, Selasa (6/6/2023).

Menurut dia, kios yang tidak dimanfaatkan pedagang itu akhirnya menjadi mangkrak dan kosong, padahal memiliki potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor retribusi pasar.

“Itu yang bikin PAD tidak maksimal. Ada di 52 pasar tradisional, di antaranya Pasar Bulu, Pasar Rasamala, Pasar Tlogosari, Pasar Pedurungan, dan Pasar Meteseh,” katanya.

Di sisi lain, kata dia, kios dan lapak yang kosong dan mangkrak itu juga membuat kegiatan perekonomian di pasar tradisional tersebut menjadi tersendat yang berimbas juga ke perekonomian daerah.

Fajar yang juga Kepala Satpol PP Kota Semarang itu mengatakan beberapa waktu lalu telah melakukan penyegelan di kios dan lapak yang ditinggalkan pedagang agar yang bersangkutan segera konfirmasi.

Namun, kata dia, sampai saat ini tidak ada konfirmasi dari pedagang yang menempati kios dan lapak itu kepada Disdag, sehingga Surat Izin Tempat Pemakaian Dasar (SITPD) dari pedagang akhirnya dicabut.

Sebagai gantinya, Disdag menawarkan kepada masyarakat yang ingin menempati kios dan lapak tersebut untuk berjualan sehingga kegiatan perekonomian kembali berjalan dan PAD kembali masuk kepada pemerintah.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat bisa mengajukan permohonan kepada Disdag untuk menempati kios maupun los yang kosong tersebut, dengan menyertakan beberapa persyaratan, termasuk jenis komoditas yang diperjualbelikan.

“Jenis jualan juga perlu dicantumkan karena berkaitan dengan zonasi. Silakan mengajukan permohonan ke Disdag disertai foto (ukuran) 4×6, KTP, dan KK. Jenis jualan juga. Apapun, kami kan harus zonasi,” pungkas Fajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya