SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh menolak PHK (JIBI/Solopos/Antara)

Ekonomi Indonesia lesu. Apindo Jateng menyebt kondisi ini memicu ancaman PHK besar-besaran.

Kanalsemarang. SEMARANG — Kalangan serikat pekerja menyatakan pernyataan Gubernur dan Apindo Jawa Tengah akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap buruh hanya strategi politik upah murah,

Promosi BRI & E9pay Perkuat Kolaborasi Tingkatkan Layanan Finansial bagi PMI di Korsel

Hal ini diungkapkan Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah (Jateng) Eko Suyono dan Ketua DPW Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional Indonesia (FKSPNI) Jateng Nanang Setyono secara terpisah kepada Espos di Semarang, Kamis (2/7/2015).

Eko Suyono mengatakan dengan melemparkan pernyataan adanya ancaman PHK besar-besaran dengan alasan kondisi perekonomian yang lesu hanya untuk menekan upah buruh. “Pernyataan Gubernur dan Apindo itu hanya trik atau strategi politik upah murah terhadap buruh,” katanya.

Seperti diberitakan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi menyatakan kondisi perekonomian yang lesu mengancam terjadi PHK besar-besar terhadap buruh.

Eko lebih lanjut menyatakan dengan memberikan upah murah terhadap buruh diharapkan dapat menarik para inventor dari luar provinsi dan luar negeri menanamkan usaha di Jateng. Padahal investor sekarang tidak bodoh lagi karena upah murah buruh belum menjamin dapat menekan biaya investasi yang dikeluarkan untuk membangun pabrik baru. “Pengeluarakan biaya yang besar sebenarnya bukan untuk upah buruh, tapi perizinan birokrasi di bawah meja,” tandasnya.

Eko lebih lanjut menyatakan secara umum perekonomian di Jateng tidak lesu, terbukti di Boyolali malah didirikan pabrik garmen skala besar dengan merekrut tenaga kerja mencapai 16.000 orang. “Jadi tidak benar kalau perekonomian di Jateng dikatakan lesu karena ada daerah kondisi perekonomian malah bangkit,” ujarnya.

Sebaliknya, dia mempertanyakan komitmen Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dalam memperjuangkan nasib buruh sebab kebijakan yang diambil tidak berpihak kepada buruh, semisal dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2014 yang rendah.

Paling Rendah

UMK di Jateng, menurut Eko bahkan paling rendah dibandingkan provinsi lain. UMK Di Jateng paling tinggi di Kota Semarang yakni Rp1,6 juta, sedang di Surabaya dan Jakarta sudah di atas Rp2 juta. “Selama hampir dua tahun memimpin Jateng, kebijakan Ganjar tidak berpihak kepada buruh,” tukas Eko.

Sementara itu, Nanang Setyono menyatakan kalau pihak pengusaha yang diwakili Apindo menyatakan adanya ancamanan PHK besar-besaran terhadap buruh adalah wajar supaya dapat menekan upah buruh.

Namun, imbuh dia, bila Gubernur juga menyatakan hal yang sama dengan Apindo tidak tepat dan berlebihan. “Kami memita Gubernur meninjau kembali pernyataan adanya ancaman PHK besar-besaran terhadap buruh karena melemahkan buruh,” tandas Nanang.

Pasalnya, menurut dia tidak semua perusahaan terpengaruh dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dalam dua bulan terakhir.

“Perusahaan yang terancam bangkrut dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika adalah perusahaan yang bahan bakunya impor, tapi produknya untuk pasar dalam negeri,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya