SOLOPOS.COM - Perajin membuat kulit lumpia di Kampung Kranggan, Semarang, Jumat (8/12/2017). (Imam Yuda S./JIBI/Semarangpos.com)

Elpiji nonsubsidi, Bright Gas, penggunaannya digencarkan di Semarang.

Semarangpos.com, SEMARANG – PT Pertamina Marketing Operation Region (MOR) IV Jawa Bagian Tengah (JBT) mengajak para pembuat kulit lumpia di Kota Semarang beralih menggunakan elpiji non-subsidi, Bright Gas. Namun, apakah para pembuat kulit lumpia itu berkenan menggunakan elpiji non-subsidi yang harganya lebih tinggi tiga kali lipat dari elpiji subsidi atau 3 kg yang biasa mereka gunakan?

Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran

Upaya mengajak para pembuat kulit lumpia itu dilakukan Pertamina dengan mencanangkan Kampung Lumpia di Kelurahan Kranggan, Kota Semarang, sebagai Kampung Sentra Kuliner Bright Gas, Jumat (8/12/2017).

General Manager PT Pertamina MOR IV JBT, Yanuar Budi H., mengaku pencanangan kampung Bright Gas tersebut dilakukan untuk mendongkrak penjualan gas bertabung merah muda tersebut.

“Kami berharap dengan pencanangan ini Bright Gas lebih populer di masyarakat, sehingga penggunaannya juga turut meningkat,” tutur Yanuar di sela acara pencanangan kampung Bright Gas tersebut.

Kendati demikian, strategi Pertamina itu apakah akan diaplikasi oleh masyarakat Kampung Kranggan, yang mayoritas pelaku industri kulit lumpia.

Salah satu pembuat kulit lumpia di Kampung Kranggan, Sapto Sugiarto, 42, mengaku masih ragu-ragu beralih dari elpiji 3 kg ke Bright Gas. Kegalauannya tak lain karena harga Bright Gas lebih mahal dibanding elpiji gas melon atau subsidi.

“Kalau Bright Gas belinya bisa mencapai Rp70.000 per tabung. Sedangkan, gas melon cuma Rp20.000 per tabung. Tentunya, kami pilih yang lebih murah,” ujar Sapto saat dijumpai Semarangpos.com di sela membuat kulit lumpia di rumahnya.

Sapto mengaku dengan menggunakan Bright Gas memang lebih irit. Dalam satu hari ia hanya menghabiskan dua tabung Bright Gas untuk membuat sekitar 1.400 kulit lumpia. Sedangkan dengan elpiji 3 kg, ia menghabiskan 3-4 tabung perharinya.

“Tapi harganya itu loh yang beda jauh. Jadi, belum tahu apa setelah ini masih pakai elpiji 3 kg atau beralih ke Bright Gas yang 5,5 kg,” beber Sapto.

Senada juga diungkapkan Mahmudi, 36. Pembuat kulit lumpia yang tinggal di RT 02, RW 01 itu mengaku masih ragu beralih ke Bright Gas.

“Sekarang tiap hari saya buat kulit lumpia mencapai 2.000 per hari. Dijual per kulitnya Rp2.000-4.000. Kalau dihitung-hitung keuntungannya enggak seberapa. Belum ditambah pengeluaran beli Bright Gas yang cukup mahal,” tutur Mahmudi.

Terpisah, Kepala Desa Kranggan, Agus Ritanto, berharap warganya turut berkontribusi dalam menyukseskan program elpiji non-subsidi dari Pertamina. Salah satunya dengan mulai menggunakan Bright Gas dibanding elpiji 3 kg.

“Mereka [Pertamina] sudah banyak memberikan fasilitas ke kami. Mereka membenahi infrastruktur, seperti Balai RW, tempat bermain, dan juga akses ke kampung. Kami harap warga ikut menjaga dan juga menggunakan elpiji nonsubsidi,” beber Agus.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya