SOLOPOS.COM - Ilustrasi truk menerjang banjir. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANGBanjir yang melanda sejumlahh wilayah di Jawa Tengah (Jateng) sejak pengujung tahun 2022 berdampak buruk bagi pengusaha jasa transportasi dan logistik atau penyedia truk. Akibat banjir itu, pengusaha truk di Jateng pun berpotensi mengalami kerugian hingga Rp50 juta per kendaraan.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bambang Widjanarko, Senin (9/1/2023). Menurut Bambang, banyak kerugian yang dialami pengusaha maupun sopir truk akibat banjir.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

“Untuk truk, yang mesti melintas Kota Semarang dan sekitarnya, baik dari Jawa Timur mau ke Jawa Barat atau sebaliknya, pasti melintasi Pantura. Pada umumnya begitu. Ini dia sekarang terpaksa harus memutar melalui jalur tengah. Demak-Purwodadi, yang dari Mranggen. Atau langsung ambil jalur selatan, Yogyakarta-Purworejo-Solo, intinya begitu,” kata Bambang kepada Bisnis.com, Senin.

Imbasnya, waktu pengiriman logistik bertambah mulai sehari hingga dua hari. Tak heran jika para sopir truk meminta tambahan uang jalan untuk menutup biaya tol dan bahan bakar minyak.

“Juga biaya makan karena harus memutar. Itu kira-kira 15-20 persen yang diminta ke pengusaha truk. Tapi celakanya, pengusaha truk tidak bisa minta ke pemilik barang. Karena mereka juga tidak mau tahu, tarifnya segitu ya sudah terima beres,” jelas pria asal Purwokerto, Banyumas itu.

Bambang juga menjelaskan, selain membengkaknya ongkos perjalanan, banjir juga mengurangi pendapatan sopir truk secara signifikan. Pengiriman ke wilayah terdampak banjir seperti Kota Semarang, Kudus, juga Demak, mengganggu ritase karena mau tidak mau, sopir truk mesti menunggu banjir surut.

“Sopir ini modelnya bagi hasil. Jadi tidak bisa menunggu berhari-hari. Karena kalau normalnya sebulan dia bisa bolak balik delapan kali, karena menunggu banjir dia cuma bisa empat kali. Maka borongannya berkurang,” jelas Bambang.

Kerusakan

Lebih lanjut, Bambang menjelaskan bahwa banjir yang terjadi juga meningkatkan risiko kerugian para pengusaha jasa transportasi dan logistik. Pasalnya, jika banjir ikut menggenangi bagian mesin mobil, kerugian yang mesti ditanggung untuk memperbaiki kendaraan bisa ikut membengkak.

“Sopir kadang trabas dengan risiko mesin mati. Kalau perbaikan, itu pemilik truk bisa menanggung kerugian sampai Rp50 juta per kendaraan. Untuk turun mesin,” katanya.

Pada perkembangan lainnya, banjir yang terjadi di Jateng turut andil menekan biaya transportasi dan logistik. Bambang mengungkapkan sejak pandemi Covid-19, pengusaha truk mesti mematok biaya angkut yang lebih rendah ketimbang tahun 2017-2019.

“Ongkos muat kembali ke tahun 2000-an. Karena yang dimuat hanya food dan medical saja. Yang lain berhenti semua. Saat pandemi selesai, 2022 awal, sudah mulai rebound. Tapi belum kembali ke ongkos muat sebelumnya,” jelas Bambang.

Kondisi itu jelas kian memberatkan para pelaku usaha. Pasalnya, meskipun ongkos angkut tidak mengalami kenaikan namun biaya perawatan dan kebutuhan hidup terus mengalami peningkatan.

“Sepanjang pandemi, harga ban, oli, BBM, sudah naik 20-33 persen. Belum biaya hidup. Harga truk sudah naik sekitar 20 persenan. Kalau ada musibah seperti banjir dan sebagainya. Ibaratnya orang angkat barbel, belum sampai atas kita sudah ketiban lagi,” kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya