SOLOPOS.COM - Gunung Slamet. (Dok Solopos.com-Antara/Perhutani)

Solopos.com, BANYUMAS — Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan adanya peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Slamet sejak 1 September – 18 Oktober 2023. Dengan peningkatan aktivitas vulkanik itu, status Gunung Slamet yang sebelumnya berada di Level I atau Normal pun naik menjadi Level II atau Waspada.

Peningkatan status Gunung Slamet ini diumumkan PVMBG sejak Kamis (18/10/2023) pagi. Atas peningkatan status ini, PVMBG meminta masyarakat di sekitar Gunung Slamet untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak melakukan aktivitas dalam radius 1 kilometer (km) dari puncak kawah Gunung Slamet.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Dilansir laman vsi.esdm.go.id, Gunung Slamet merupakan gunung api strato berbentuk kerucut dengan ketinggian mencapai 3.432 meter di atas permukaan laut. Dengan ketinggian itu, Gunung Slamet menjadi gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru.

Sebagai gunung tertinggi kedua di Jawa, Gunung Slamet yang kini berstatus Waspada pun memiliki banyak legenda dan mitos. Salah satu legenda yang cukup terkenal adalah terkait kepercayaan masyaarakat sekitar, bila Gunung Slamet sampai meletus besar maka Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian.

Dikutip dari laman wikipedia.org, legenda ini pun sangat dipercaya masyarakat di sekitar Gunung Slamet. Oleh karenanya, mereka yakin Gunung Slamet tidak akan meletus besar sesuai dengan namanya, yakni Slamet, yang artinya selamat.

Nama ini diberikan karena dipercaya Gunung Slamet yang saat ini berstatus Waspada tidak akan pernah meletus besar dan memberi rasa aman bagi warga sekitar. Kendati demikian, Gunung Slaamet pernah beberapa kali meletus, meskipun letusannya tidak besar dan tidak membahayakan masyarakat yang ada di lereng gunung tersebut.

Sejarah Letusan

Dilansir dari laman iagi.or.id, laman milik Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), sejak tahun 1825, Gunung Slamet memiliki periode istirahat terpendek satu tahun dan terpanjang 19 tahun. Berdasarkan catatan, erupsi terbaru Gunung Slamet terjadpi pada tahun 2019 lalu.

Kala itu, status Gunung Slamet juga dinaikan dari Norman menjadi Waspada. Meski demikian, kala itu Gunung Slamet juga tidak mengeluarkan erupsi. Erupsi terakhir Gunung Slamet terjadi pada tahun 2014 lalu. Meski demikian, erupsi itu terbilang kecil atau tipe letusan strombolian.

Berdasarkan catatan sejarah vulkanologi Gunung Slamet yang dilansir dari vsi.esdm.go.id, awal meletusnya Gunung Slamet terjadi pada 11-12 Agustus 1772. Letusan ini menghasilkan aliran lava hingga hujan abu vulkanik. Letusan besar Gunung Slamet yang juga menghasilkan aliran lava dan hujan abu terjadi kembali pada 1930, 1932, 1953, 1955, 1958, 1973, dan 1988.

Selain itu, aktivitas vulkanologi gunung ini hanya berupa peningkatan aktivitas yang diikuti dengan semburan abu, dentuman suara hingga kegempaan.

Berdasarkan analisa vulkanologis sepanjang catatan sejarah, karakter letusan Gunung Slamet adalah letusan abu yang disertai dengan lontaran sekoria atau batu pijar dan kadang mengeluarkan lava pijar. Letusan ini berlangsung beberapa hari, bahkan bisa beberapa pekan jika dalam kondisi parah. Letusan tersebut membuat kawah gunung menjadi makin melebar akibat material vulkanik yang mengendap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya