SOLOPOS.COM - Gunung Slamet (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Gunung Slamet (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Gunung Slamet (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Kanalsemarang.com, BANYUMAS—Kepala Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Slamet Sudrajat mengatakan bahwa sinar api dan lontaran lava pijar Gunung Slamet pasti dapat terlihat dengan jelas pada malam hari asalkan cuaca cerah sehingga puncak Gunung Slamet tampak dari kejauhan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Menurut dia, hingga saat ini, Gunung Slamet masih mengeluarkan sinar api dan kadang disertai lava pijar yang secara visual dapat terlihat pada malam hari.

Akan tetapi, kata dia, lava atau material pijar yang dilontarkan Gunung Slamet hingga saat ini masih jatuh di dalam kawahnya.

“Gejala-gejala yang selama ini muncul sudah sampai di permukaan, tetapi kalau suplai baru kelihatannya belum tertangkap atau tidak tertangkap, hanya yang lama-lama saja berupa gempa tremor yang menerus dengan frekuensi rendah. Artinya, sumber gempa sudah ada di atas,” katanya seperti dikutip Antara, Minggu (7/9/2014).

Ia mengatakan bahwa gempa tremor yang terekam seismograf itu dapat berupa pelepasan gas atau bisa pula berupa aliran fluida yang sudah di atas.

“Jarang tapi bergerak-gerak. Makanya, berfrekuensi rendah,” jelasnya.

Dia memperkirakan tipe letusan Gunung Slamet masih tetap strombolian dan gejalanya sudah di permukaan yang ditunjukkan dengan adanya sinar api dan lontaran lava pijar.

Menurut dia, indikator tipe letusan strombolian adalah tidak adanya akumulasi tekanan.

Dengan demikian, lanjut dia, saat ini sudah ada pelepasan gas di Gunung Slamet tanpa adanya akumukasi “Jadi, ada (tekanan) langsung lepas sambil bawa ‘teman-temannya’ (material) yang bisa dibawa, terus begitu, tidak ada akumulasi. Selama ini, karakternya memang seperti itu, namun sejarah mengatakan bahwa bisa harian, bisa mingguan, bisa bulanan yang seperti itu,” katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan bahwa potensi ancaman bahayanya masih dalam radius 4 kilometer dari puncak.

“Semoga Gunung Slamet tetap seperti itu. Tetapi kita tidak boleh hafalan seperti itu, sehingga kami melakukan pengamatan dengan menggunakan alat dan ilmu guna mengetahui adanya akumulasi atau tidak,” katanya.

Akan tetapi hingga sekarang, kata dia, di Gunung Slamet tidak ada indikator gempa yang bersifat akumalasi.

Berdasarkan pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di PPGA Slamet, Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, pada Sabtu (6/9/2014) pukul 18.00-00.00 WIB, Gunung Slamet terhalang kabut.

Saat cerah, teramati 51 kali sinar api setinggi 50-400 meter dan 13 kali lontaran material/lava pijar setinggi 100-400 meter dari puncak Gunung Slamet, serta terdengar 23 kali suara dentuman dan 17 kali suara gemuruh, sedangkan kegempaan terekam 83 kali gempa embusan dan tremor menerus.

Sementara pada Minggu pukul 00.00-06.00 WIB, Gunung Slamet terhalang kabut namun saat cerah, teramati 17 kali sinar api setigggi 50-200 meter dari puncak serta terdengar tujuh kali suara dentuman dan tujuh kali suara gemuruh, sedangkan kegempaan terekam 65 kal gempa embusan dan tremor menerus.

Oleh karena itu, status Gunung Slamet tetap “Siaga”, sehingga masyarakat tidak boleh beraktivitas dalam radius sempat kilomter dari puncak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya