SOLOPOS.COM - Ilustrasi antikorupsi (JIBI/Solopos/Antara/Dok.)

Hari Antikorupsi disongsong Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah (Jateng) dengan menggelar diskusi.

Semarangpos.com, SEMARANG – Sebanyak 32 kepala daerah di Jawa Tengah (Jateng) tersandung kasus korupsi semenjak digelarnya pemilihan kepada daerah (pilkada) secara langsung. Kondisi itu menandakan demokrasi yang terjadi di Indonesia rawan dengan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Hal itu diungkapkan anggota Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah (Jateng), Ronny Maryanto, saat diskusi Hari Antikorupsi bertemakan Demokrasi Tanpa Korupsi di Pendapa Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), Kota Semarang, Sabtu (8/2/2017).

Diskusi Hari Antikorupsi itu turut menghadirkan Koordinator KP2KKN Jateng, Syukron Salam, dan Ketua Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Kota Semarang, Widi Nugroho, sebagai pembicara.

“Total ada 32 kepala daerah di Jateng, baik bupati, wali kota, maupun wakilnya, yang tersandung kasus korupsi sejak era reformasi atau pemilihan secara langsung digelar. Ini menandakan demokrasi secara langsung rentan dengan praktik-praktik korupsi,” ujar Ronny.

Ronny menambahkan selain kepala daerah, praktik korupsi juga dilakukan oleh anggota legislatif. Catatan KP2KKN ada sekitar 52 anggota DPR baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Jateng yang terjerat kasus korupsi hingga berakhir di balik jeruji penjara.

Dari jumlah itu, paling banyak adalah Kota Semarang. Tercatat ada 16 anggota DPRD Kota Semarang yang terjerat kasus korupsi semenjak pemilihan umum (pemilu) digelar secara langsung.

Ronny menyebutkan pemilihan secara langsung memang rentan praktik korupsi. Hal itu dikarenakan sistem demokrasi tersebut membutuhkan banyak biaya bagi para kandidatnya.

“Alhasil saat sudah terpilih tak jarang di antara mereka [kepala daerah maupun anggota legislatif] yang mencoba mencari keuntungan untuk menutup modal yang telah dikeluarkan saat kampanye. Caranya ya dengan korupsi,” tutur Ronny.

Senada diungkapkan Syukron Salam. Koordinator KP2KKN yang juga dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu menilai korupsi yang dilakukan kepala daerah saat ini bukan hanya dalam bentuk uang, melainkan juga kebijakan.

“Seperti contoh kasus semen di Pegunungan Kendeng. Dari beberapa pakar menyatakan keberadaan pabrik semen berpotensi merugikan kawasan itu. Tapi, kenapa Pemprov Jateng justru getol untuk meloloskan perizinannya. Tentu ada hal-hal yang janggal di sini,” ujar Syukron.

Oleh karena itu, KP2KKN pun meminta masyarakat mewaspadai praktik korupsi saat Pilkada dan Pilgub Jateng 2018 nanti. Jangan sampai, masyarakat tergiur dengan calon yang memberikan uang untuk mendapat dukungan.

“Kalau sampai hal itu terjadi, ya rugi kan kita juga. Kita sudah memberikan andil agar calon yang melakukan korupsi itu menjadi kepala daerah,” beber Ronny.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya