Jateng
Jumat, 1 Mei 2015 - 23:50 WIB

HARI BURUH : Ganjar Pranowo Siap Lindungi Buruh Rumahan

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aksi pra May Day atau Hari Buruh di Tangerang, Senin (27/4/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Rivan Awal Lingga)

Aksi pra May Day atau Hari Buruh di Tangerang, Senin (27/4/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Rivan Awal Lingga)

Hari buruh disikapi serius oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Gubernur menyatakan siap melindungi buruh rumahan 

Advertisement

 

Kanalsemarang.com, MAGELANG—Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo siap memberikan berbagai bentuk perlindungan terhadap keberadaan ribuan buruh rumahan atau home base worker di provinsi ini.

“Saya minta datanya, saya mau cek betul apakah mereka [buruh rumahan] dalam kontrak kerja seperti pada pada umumnya atau apakah ada kontrak khusus,” katanya di Magelang seperti dikutip Antara, Jumat (1/5/2015).

Advertisement

Ganjar mengaku akan mengambil langkah persuasif terkait dengan upaya melindungi hak-hak ribuan buruh rumahan.

“Mari kita bicarakan dan saya lebih baik mengambil jalan tengahnya dengan negosiasi, dialog, serta siap fasilitasi buruh rumahan,” ujarnya.

Hal tersebut disampaikan Ganjar usai menghadiri dialog interaktif dengan sejumlah buruh dalam acara “Ngopi Bareng Mas Ganjar” di Museum Karma Wibangga, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur.

Advertisement

Sebelumnya, Koordinator Yayasan Annisa Swasti Jawa Tengah Rima Astuti meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah segera mengatur maraknya praktik buruh rumahan yang muncul akibat tekanan kompetisi global dan tidak adanya perlindungan hukum.

“Kami mendorong Gubernur Jateng membuat sebuah regulasi yang melindungi buruh rumahan yang diatur sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 sebagai bentuk perlindungan,” katanya.

Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil penelitian pihaknya, tercatat lebih dari 5.000 buruh rumahan yang tersebar di Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Pekalongan dengan didominasi oleh perempuan.

Menurut dia, praktik buruh rumahan yang sudah lama terjadi, khususnya di sektor bisnis makanan, garmen, dan pengolahan kulit, dinilai merugikan orang yang menjalaninya karena upahnya di bawah upah minimum kabupaten/kota, jam kerja yang panjang, serta rawan pekerja anak.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif