Jateng
Senin, 27 Maret 2017 - 15:50 WIB

HARI NYEPI 2017 : Umat Hindu Magelang Melasti di Tuk Kalimas

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Umat Hindu dari seputaran Magelang membawa sesaji menuju Tuk Kalimas di Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jateng untuk melaksanakan melasti. (JIBI/Solopos/Antara/Heru Suyitno)

Hari Nyepi 2017 disongsong umat Hindu Darma di Magelang dengan melasti di Tuk Kalimas.

Semarangpos.com, MAGELANG — Rangkaian ritual menjelang Hari Nyepi 2017 dilakoni umat Hindu Darma dari seputaran Magelang demi paripurna penyucian diri menjelang Tahun Baru 1939 Saka. Salah satunya adalah melasti di Tuk Kalimas sebagai salah satu cara membersihkan diri sebelum melaksanakan catur brata penyepian, yakni amati geni (tidak menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan), Selasa (28/3/2017).

Advertisement

Melasti di Tuk Kalimas, Desa Lebak, Grabag, Kabupaten Magelang itu dilakukan umat Hindu Darma Magelang secara berombongan. Mereka beriringan membawa sesaji dan umbul-umbul serta payung khas Bali dengan diiringi musik bale ganjur—gamelan khas Bali—yang ditabuh sejumlah pemuda.

Dewan pakar Cendekiawan Parisada Magelang I Gede Suardiasa kepada Kantor Berita Antara mengatakan melasti merupakan rangkaian ritual nyepi untuk memasuki Tahun Baru 1938 Saka. Ia menuturkan melasti artinya menyucikan diri karena setiap tahun manusia mesti terkontaminasi oleh lingkungan atau alam.

“Melasti ini sebagai sarana penyucian badan maupun jiwa. Dalam ajaran Hindu, agama merupakan jalan untuk memperoleh kesempurnaan atau surga,” katanya.

Advertisement

Ia menuturkan sebelum melakukan tapa brata penyucian, umat hening atau tenang dulu dengan disucikan dan tempat peribadatan juga disucikan. “Setelah melasti, besok dilakukan tawur kesanga yang dipusatkan di Candi Prambanan. Upacara ini untuk menetralisasi kekuatan negatif menjadi kekuatan positif,” katanya.

Ia mengatakan kekuatan negatif ini biasa disimbolkan dengan ogoh-ogoh berupa makhluk raksasa. “Bagaimana menetralisasi kekuatan ini pada saat umat melaksanakan tapa brata penyepian, agar tidak mengganggu maka diberi persembahan,” katanya.

Ia menuturkan dalam tapa brata penyepian, umat tidak menyalakan api, tidak mendengarkan musik atau kesenangan duniawi, tidak bepergian. “Tetapi ini pelaksanaannya tidak kaku, misalnya yang mempunyai anak kecil, dia butuh makan, tetap dibebaskan. Yang lebih penting bagaimana pengendalian diri dari hawa nafsu,” katanya.

Advertisement

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif