SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI(/dok)

Industri jamu di Jateng memproyeksikan bisa meraih penjualan hingga Rp12 triliun.

Semarangpos.com, SEMARANG-Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) Jawa Tengah memproyeksikan penjualan obat tradisional pada tahun ini sebesar Rp12 triliun, atau cenderung sama dengan target tahun lalu.

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

Direktur Eksekutif GP Jamu Jateng Stefanus Handoyo Saputro mengatakan penjualan jamu di Jateng mencapai sekitar 60% dari total penjualan nasional. Pada tahun ini, omzet penjualan secara nasional ditargetkan sebesar Rp20 triliun.

“Targetnya sama dengan target tahun lalu. Kami melihat perlambatan ekonomi masih terjadi pada tahun ini. Jadi, target penjualan juga masih sama,” ungkapnya saat ditemui Bisnis, Rabu (13/1/2016).

Pada 2015, dari target Rp20 triliun, terealisasi sekitar Rp16 triliun-Rp17 triliun. Sebesar 60% atau Rp9,6 triliun-Rp10,2 triliun disumbangkan dari provinsi Jateng. Meskipun tidak mencapai target, Stefanus mengatakan penjualan pada tahun lalu tetap mengalami pertumbuhan dibanding 2014 sebesar Rp15 triliun.

“Sebelumnya industri jamu rata-rata tumbuh sekitar 10%-15% tiap tahun. Untuk tahun ini, sekitar 7%-8%. Meskipun pertumbuhan melambat, kami masih tetap mampu bertahan. Pada 2015, perlambatan ekonomi yang terjadi membuat penjualan juga turun,” ujar dia.

Dari total penjualan tersebut, sekitar 15%-20% di antaranya diekspor. Menurutnya, porsi ekspor pada tahun ini tidak akan berubah, karena kondisi ekonomi global juga masih belum terlalu bagus.

Selama ini, tujuan ekspor obat tradisional di Indonesia paling besar ditujukan ke Bangladesh, Pakistan, dan negara-negara di Asean. Dia menambahkan terdapat beberapa negara baru tujuan ekspor seperti Rusia dan Hawai.

Terkait dengan masyarakat ekonomi Asean (MEA), Stefanus merasa pengusaha jamu perlu terus berupaya meningkatkan daya saing yang ada. Negara di Asean yang mempunyai industri jamu yang kuat adalah Malaysia dan Thailand.

Sebagai gambaran, terdapat 290-an perusahaan jamu di Jateng, yang sebagian besar di antaranya merupakan kelas usaha mikro. Dari jumlah tersebut, baru 64 perusahaan yang telah memperbarui izin industri sesuai Permenkes 006/2012.

“Berdasarkan data registrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan menunjukkan bahwa 70% obat tradisional diproduksi oleh usaha mikro kecil dan menengah. Ini menjadi kendala, karena adanya keterbatasan SDM. Mereka seringkali sulit dalam memahami regulasi dan mengaplikasikannya,” paparnya.

Untuk menghadapi berbagai kendala yang ada, sambungnya, GP Jamu berusaha terus melakukan penyuluhan. Selain itu, asosiasi juga mempersiapkan pembentukan koperasi jamu sehat di Semarang.

Di sisi lain, dia berharap pemerintah dapat membantu untuk terus mempromosikan jamu dalam negeri untuk membuka pasar di luar. Lalu, diharapkan pula adanya proteksi melalui pengetatan regulasi untuk menahan lajunya impor produk jamu ke dalam negeri.

“Berbagai pekerjaan rumah lainnya adalah penguatan struktur industri hulu dan hilir, serta dukungan pada kebijakan riset dan teknologi yang mendorong peningkatan produktivitas industri,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya