Jateng
Kamis, 10 November 2022 - 08:10 WIB

Ini 4 Pahlawan Nasional yang Kerap Dikaitkan dengan Semarang

Ponco Wiyono  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani (bisnis.com)

Solopos.com, SEMARANG — Tanggal 10 November selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan. Dari 200 tokoh yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, tidak ada yang berasal atau lahir di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Kendati demikian, ada sejumlah pahlawan yang kerap dikaitkan dengan Kota Semarang. Berikut daftar Pahlawan Nasional yang kerap dikaitkan dengan Kota Semarang.

Advertisement

1. Cipto Mangunkusumo

Menukil situs kemdikbud.org.id, Dr. Cipto Mangunkusumo, memiliki panggilan akrab Onze Tjip dan sering disebut-sebut Si Dokter Rakyat. Beliau lahir di Jateng pada 4 Maret 1886. Beliau adalah anak sulung dari Mangunkusumo, seorang priayi golongan rendah dalam struktur masyarakat Jawa. Karier Mangunkusumo diawali sebagai guru bahasa Melayu di sebuah sekolah dasar di Ambarawa, kemudian menjadi kepala sekolah pada sebuah sekolah dasar di Semarang dan selanjutnya menjadi pembantu administrasi pada dewan kota di Semarang. Sementara sang ibu, adalah keturunan dari seorang tuan tanah di Mayong, Jepara. Walau begitu, orang tua Cipto telah berhasil mendidik dan membesarkan Cipto dengan segala keistimewaan dalam dirinya, ia jadi dikenal sebagai seorang patriot yang multitalenta dan tidak takut akan segala resiko yang dihadapinya sebagai inlander, karena menyuarakan hak-hak tanah jajahan.

Advertisement

Menukil situs kemdikbud.org.id, Dr. Cipto Mangunkusumo, memiliki panggilan akrab Onze Tjip dan sering disebut-sebut Si Dokter Rakyat. Beliau lahir di Jateng pada 4 Maret 1886. Beliau adalah anak sulung dari Mangunkusumo, seorang priayi golongan rendah dalam struktur masyarakat Jawa. Karier Mangunkusumo diawali sebagai guru bahasa Melayu di sebuah sekolah dasar di Ambarawa, kemudian menjadi kepala sekolah pada sebuah sekolah dasar di Semarang dan selanjutnya menjadi pembantu administrasi pada dewan kota di Semarang. Sementara sang ibu, adalah keturunan dari seorang tuan tanah di Mayong, Jepara. Walau begitu, orang tua Cipto telah berhasil mendidik dan membesarkan Cipto dengan segala keistimewaan dalam dirinya, ia jadi dikenal sebagai seorang patriot yang multitalenta dan tidak takut akan segala resiko yang dihadapinya sebagai inlander, karena menyuarakan hak-hak tanah jajahan.

2. Ahmad Yani.

Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani bukan berasal dari Kota Semarang. Beliau lahir di Purworejo, 19 Juni 1922. Kendati tidak lahir di Semarang, tokoh yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional sejak 1965 itu kerap dikait-kaitkan dengan Ibu Kota Jateng. Hal tersebut tak lain karena nama Ahmad Yani diabadikan sebagai bandar udara di Kota Semarvang.

Advertisement

Ahmad Yani kemudian mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang dan secara lebih intensif di Bogor. Dari sana ia mengawali karier militer dengan pangkat Sersan. Kemudian setelah tahun 1942 yakni setelah pendudukan Jepang di Indonesia, ia juga mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan selanjutnya masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Berbagai prestasi pernah diraihnya pada masa perang kemerdekaan. Ahmad Yani bahkan pernah diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat pada tahun 1962.

3. Gatot Soebroto

Advertisement

Di Kota Semarang, nama tokoh ini dikenal sebagai jalan di kawasan industri. Berdasarkan situs p2k.upkris.ac.id Jenderal Gatot Soebroto, lahir di di Banyumas, 10 Oktober 1907 dan meninggal di Jakarta, 11 Juni 1962 atau saat usia 54 tahun. Tokoh perjuangan militer Indonnesia dalam menguasai kemerdekaan dan juga pahlawan nasional Indonesia. Beliau dimakamkan di Ungaran, Kabupaten Semarang. Pada tahun 1962, Soebroto dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut SK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962. Beliau juga adalah ayah bawa dari Bob Hasan, seorang pengusaha ternama dan mantan menteri Indonesia pada era Soeharto.

Setamat pendidikan dasar di HIS, Gatot Subroto tak melanjutkan ke jenjang yang semakin tinggi, namun memilih menjadi pegawai. Namun tak lama yang belakang sekali pada tahun 1923 memasuki sekolah militer KNIL di Magelang. Sesudah Jepang menguasai Indonesia, serta merta Gatot Subroto pun mengikuti pendidikan PETA di Bogor. Sesudah kemerdekaan, Gatot Subroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat TKR dan kariernya berlanjut sampai dipercaya menjadi Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Kawasan Surakarta dan sekitarnya.
Sesudah ikut berjuang dalam Perang Kemerdekaan, pada tahun 1949 Gatot Subroto dinaikkan menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T&T) IV I Diponegoro.

Pada tahun 1953, dia sempat mengundurkan diri dari dinas militer, namun tiga tahun yang belakang sekali diaktifkan kembali sekaligus dinaikkan menjadi Wakil Kepala Staf Tingkatan Darat (Wakasad).

Advertisement

Dia adalah penggagas akan perlunya suatu akademi militer gabungan (AD,AU,AL) sebagai membina para perwira muda. Gagasan tersebut diwujudkan dengan pembentukan Akademi Tingkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun 1965.

4. Soegijapranata

Tokoh agama ini diabadikan menjadi nama universitas swasta di Kota Semarang. Menurut situs doad.jogjaprov.go.id, Mgr Albertus Soegijapranata lahir dengan nama Soegija di Surakarta, 25 November 1896. Ia merupakan orang Indonesia pertama yang diangkat menjadi Uskup Agung setelah sebelumnya dinobatkan menjadi Vikaris Apostolik Semarang. Ketika zaman pendudukan Jepang di Indonesia, bersama Mgr Willekens, SJ ia menghadap ke penguasa Jepang supaya Rumah Sakit St. Carolus dapat terus beroperasi.

Selain sebagai biarawan, Soegijapranata adalah seorang pengajar ilmu pasti, Bahasa Jawa, dan Agama di Kolose Xaverius Muntilan. Soegija dibesarkan dalam keluarga Kejawen yang merupakan abdi dalem Keraton Surakarta. Ia mendapatkan nama Albertus Magnus setelah prosesi pembaptisan yang dilakukan oleh Pastor Meltens, SJ ketika ia bersekolah di Kolose Xaverius.

Soegijapranata wafat di Belanda tahun 1963 dan dimakamkan di TMP Giritunggal, Semarang. Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional RI pada tahun 1963.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif