SOLOPOS.COM - Ilustrasi Ritual Sesaji Rewanda, salah satu tradisi syawalan di Kota Semarang. (Dok. Solopos.com)

Solopos.com, SEMARANG – Hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah akan tiba sebentar lagi. Sepekan pasca-Idulfitri atau Lebaran, masyarakat di Indonesia tak terkecuali Semarang akan menggelar tradisi syawalan. Berikut tiga tradisi syawalan di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) yang cukup populer dan dipertahankan masyarakat setempat secara turun temurun.

Syawalan selaama ini dikenal sebagai momen bersilaturahmi dan berkumpul yang menjadi budaya khas di setiap daerah di Indonesia. Tradisi syawalan umumnya dilakukan tepat di hari ketujuh atau sepekan setelah Idulfitri 1 Syawal.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Syawalan juga biasa disebut sebagai Lebaran kedua, setelaha Lebaran Idulfitri atau jugaa Lebaran Ketupat.

Nah, di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), setidaknya ada tiga tradisi syawalan yang cukup dikenal karena sudah digelar masyarakat setempat sejak bertahun-tahun silam. Berikut tiga tradisi syawalan di Semarang yang cukup populer dikutip Solopos.com dari laman humas.jatengprov.go.id.

1. Tradisi Syawalan di Kalicari

Tradisi syawalan di Kalicari, Pedurungan, Kota Semarang, sudah digelar sejak puluhan tahun lalu. Tradisi syawalan di wilayah ini digelar setelah salat subuh. Setelah salat subuh, warga berbondong-bondong berkumpul untuk saling bertemu dan kemudian bermaaf-maafan.

Momen saling bermaaf-maafan inilah yang paling ditunggu anak-anak karena sembari berjabat tangan mereka bisa mendapatkan uang. Setiap rumaaha pun sudaah menyiapkan uang untuk dibagikan ke anak-anak sebagai hadiah setelah menjalankan puasa. Nominal yang diberikan memang tidak seberapa, tapi cukup untuk jajan dan membuat anak-anak bahagia.

Selain itu, warga juga berbagi makanan yang sudah dibawa dari rumah. Makanan yang dibawa untuk ditukarkan ke warga lainnya itu bermacam-macam mulai dari nasi gudangan, sate, dan lain-lain.

2. Tradisi Kupat Jembut

Mendengar namanya, tradisi kupat jembut memang terkesan jorok. Hal ini dikarenakan jembut memiliki arti rambut kemaluan. Namun, jangan salah. Jembut dalam tradisi ini bukanlah rambut kemaluaan, melainkan ketupat yang telah diisi dengan tauge dan sambal kelapa.

Tradisi kupat jembut ini pun menjadi bagian tradisi sywalan bagi masyarakat di Kampung Jaten Cilik, Tlogomulyo, Pedurungan, Kota Semarang. Tradisi ini sudah ada sejak puluhan tahun atau sekitar 1950-an.

Tradisi ini dimulai saaat warga asli Jaten Cilik kembali ke kampungnya pasca-mengungsi akibat perang. Di tengah keprihatinan, warga tetap ingin bersyukur merayakan Idulfitri dengan ala kadarnya dan membuat ketupat yang diisi tauge dan sambal kelapa. Penganan kupat jembut ini pun kerap diperebutkan anak-anak karena di dalamnya kerap diselipi uang.

3. Ritual Sesaji Rewanda

Ritual Sesaji Rewanda merupakan tradisi syawalan yang digelar masyarakat di Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Tradisi ini cukup populer hingga menjadi salah satu event wisata unggulan Pemkot Semarang.

Ritual Sesaji Rewanda diawali dengan prosesi arak-arakan mengusung empat gunungan dari Kampung Kandri ke Goa Kreo yang berjarak sekitar 800 meter. Di barisan terdepan, ada empat orang dengan riasan dan kostum monyet. Barisan selanjutnya adalah replika batang kayu jati yang konon diambil oleh Sunan Kalijaga. Baru kemudian barisan gunungan dan para penari.

Ketika arak-arakan gunungan tiba di pelataran Goa Kreo, wisatawan diajak menikmati pertunjukan tari gambyong, semarangan dan wanara atau tarian monyet. Tak lama setelah pemuka masyarakat setempat memimpin doa, sesaji gunungan boleh diambil siapa saja. Hanya saja, gunungan buah-buahan tidak boleh diambil karena dikhususkan untuk monyet.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya