SOLOPOS.COM - Suasana di dalam kapel kompleks Susteran Gedangan Semarang (Solopos.com - Ria Aldila Putri)

Solopos.com, SEMARANG — Sebuah bangunan tua tampak berdiri kokoh di depan Gereja Santo Yusuf, Jalan Ronggowarsito, Semarang Timur, Kota Semarang, atau yang populer disebut Gereja Santo Yusuf Gedangan. Bangunan tua itu rupanya merupakan tempat tinggal para biarawati agama Katolik atau susteran. Namun, siapa sangka jika susteran yang terletak di Jalan Ronggowarsito, Gedangan, Kota Semarang, itu rupanya merupakan susteran pertama yang ada di Jawa Tengah (Jateng).

Bangunan Susteran Gedangan atau Susteran OSF Gedangan itu terlihat mencolok dibandingkan bangunan lain yang ada di sekitarnya. Ornamen dan fasad bangunannya klasik, bergaya kolonial Belanda dengan ciri khas batu bata bewarna merah.

Promosi Terus Naik, Portofolio Pembiayaan Berkelanjutan BRI Capai Rp787,9 Triliun 2024

Sebuah gerbang gerbang kuno bewarna putih gadung dengan ukiran “Suster-Suster St. Fransiskus” seolah siap menyambut setiap pengunjung atau warga Katolik yang datang. Begitu memasuki bangunan utama, suasana magis dan kental langsung bisa dirasakan. Pengunjung atau masyarakat yang datang langsung disambut dengan pohon natal dengan ornamennya. Sejumlah biarawati atau suster terlihat sibuk dengan aktivitasnya.

Di tempat ini, para suster hidup dengan pengabdian memberikan pelayanan ke masyarakat luas. Berkeliling di dalamnya kita seakan dibawa menyusuri Eropa saat abad pertengahan. Bangunan cagar budaya yang berdiri sejak 1870 masih berdiri dengan gagah dan terawat baik. Salah satu yang mencolok adalah gereja atau kapel khusus tempat berdoa para biarawati.

Ketua STPKat St. Fransiskus Assisi, FR. Wuriningsih alias Sr.M. Bertha OSF, mengatakan kompleks Gedangan merupakan susteran pertama yang berdiri di Jawa Tengah (Jateng). Bangunannya pun masih sama seperti yang didirikan termasuk bangunan gereja.

“Ini adalah susteran pertama di Jawa Tengah, seluruh bangunannya masih asli. Termasuk gereja ini ini dibangun sekitar tahun 1870, arsitektur, lantai dan semuanya masih asli sejak kali pertama dibangun,” ujar Bertha, Jumat (22/12/2023).

Ia menjelaskan, meskipun awalnya merupakan tempat pendidikan, Susteran Gedangan juga membuka pelayanan berupa panti asuhan. “Tapi juga anak- anak pemerintah, pegawai. Jadi bukan hanya anak-anak orang miskin, tapi anak-anak miskin dan kaya juga dirawat di sini,” terangnya.

Bertha sendiri tidak pernah membatasi masyarakat yang akan berkunjung. Tidak hanya untuk umat Katolik, terkadang dirinya menerima banyaktamu-tamu dari penganut kepercayaan atau keyakinan yang berbeda.

“Banyak yang ke sini, dari IAIN [Institut Agama Islam Negeri], ada Kristen, ada penganut Buddha. Mereka berkunjung sekadar main, cerita-cerita, ada juga yang memohon doa. Tidak masalah, bag kami, [perbedaan] agama tidak jadi kendala,” jelasnya.

Caleg

susteran pertama di jawa tengah
Suster Bertha saat menunjukkan nama 11 suster asal belanda yang pertama kali datang ke Semarang (Ria Aldila Putri)

Bahkan, di tahun-tahun politik selalu ada calon legislatif (caleg) yang mendatangi tempat ini. Mereka yang datang minta didoakan dan atau berdoa di dalam gereja atau kapel di kompleks ini.

“Iya banyak caleg yang datang ke sini, minta didoakan, tapi saya bilang ayo doa bareng-bareng saja. Biasanya berdoa di dalam gereja,” imbuhnya.

Bagi Bertha, menjadi biarawati atau suster merupakan panggilan dari Tuhan. Sebagai seorang biarawati dirinya siap meninggalkan seluruh kesenangan duniawi dan hanya mengabdikan diri kepada Tuhan, dan melayani umat.

“Ini panggilan hati, kami juga ada pendidikannya sekitar 3 tahun. Di tengah jalan banyak yang keluar tapi saya sudah mantap karena ini adalah jalan dari Tuhan. Meskipun awalnya banyak yang dikorbankan,” ungkapnya.

Tak hanya menjadi jejak susteran pertama di Jateng, di kompleks ini juga berdiri rumah sakit yang konon tertua di Indonesia. Di depan bangunan yang konon merupakan rumah sakit tertua di Indonesia itu terdapat prasasti berbahasa Belanda.

“Batu pertama rumah sakit ini diletakkan oleh Frederik Julius Coyett, anggota Dewan Hindia dan Komandan Pantai Timur Laut Jawa, pada 28 Juli 1732,” begitu bunyi prasasti tersebut dalam Bahasa Indonesia.

Dengan segala kemegahannya, kompleks Susteran Gedangan juga pernah digunakan sebagai tempat syuting film Ave Maryam. Film yang dirilis pada tahun 2019 dengan bintang utama artis Maudy Koesnaedi, Chicco Jerikho bercerita tentang kehidupan biarawati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya