SOLOPOS.COM - Patung Warak Ngendong di Taman Pandanaran, Kota Semarang. (Instagram)

Solopos.com, SEMARANG — Selain Tugu Muda dan Museum Lawang Sewu, Kota Semarang juga memiliki ikon yang tak kalah unik. Ikon yang kerap dijadikan simbol di Kota Semarang itu tak lain adalah sosok hewan yang kerap disebut warak ngendog.

Bagi warga luar Semarang tentunya akan bertanya-tanya tentang warak ngendog ini. Hal itu dikarena hewan ini memiliki wujud yang aneh, yakni berkepala naga, berbadan unta, dan memiliki kaki kambing.

Promosi Simak! 5 Tips Cerdas Sambut Mudik dan Lebaran Tahun Ini

Meski demikian, warak ngendog ini sangat populer di Semarang. Bahkan, patung warak ngendog ini dibuat cukup megah di Taman Pandanaran, yang berada di Jalan Pandanaran, Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan. Tak hanya itu, sebelum pandemi Covid-19 melanda, mainan berbentuk warak ngendog ini pun paling ramai diburu warga saat acara Dugderan, atau tradisi menyambut bulan puasa di Kota Semarang.

Warak ngendog sebenarnya hewan mitologi yang menjadi bukti adanya akulturasi di Semarang. Alhasil, hewan mitologi ini pun menjadi simbol kerukunan warga Semarang yang terdiri dari berbagai etnis.

Warak ngendog merupakan akulturasi budaya masyarakat Tionghoa, Arab, dan Jawa yang bermukim di Kota Semarang. Bagian kepala warak ngendog berwujud naga, yang identik dengan kebudayaan China. Sedangkan tubuhnya mirip dengan unta, atau hewan khas dari negeri Arab. Sementara bagian kaki warak ngendog mirip dengan kaki kambing yang identik dengan kebudayaan Jawa.

Baca juga: Ada Robot Warak Ngendog di Kontes Robot Nasional 2019

Diolah dari berbagai sumber, Warak Ngendog jika diartikan berasal dari penggabungan dua kata, yakni “warak” dan “ngendog”. Warak berasal dari bahasa Jawa yang berarti badak. Meski demikian, ada pendapat lain yang menyebut “warak” berasal dari bahasa Arab yang berarti suci. Sedangkan “ngendog” memiliki arti bertelur, yang disimbolkan sebagai hasil yang diperoleh setelah seseorang menjalankan tugasnya.

Asal Usul

Dengan demikian, secara harafiah, “warak ngendog” kerap diartikan sebagai mendapat pahala setelah menjaga kesucian. Hal ini identik dengan makna ibadah puasa di bulan Ramadan agar menjaga kesucian selama bulan puasa agar menerima pahala yang berlimpah.

Kendati demikian, hingga kini masih belum diketahui asal usul warak ngendog, atau sejak kapan sosok mitologi itu menjadi simbol atau ikon Kota Semarang. Namun, hewan mitologi ini diyakini sudah ada sejak Ki Ageng Pandanaran, pendiri Semarang sekaligus bupati pertama Semarang pada abad ke-15.

Ki Ageng Pandanaran yang juga dikenal sebagai Pangeran Made Pandan merupakan putra dari Suryo Panembangan Sabrang Lor atau Pati Unus, sultan kedua Kesultanan Demak.

Baca juga: Usung Cerita Semarang, Mahasiswa Udinus Bikin Film Animasi Si Warik

Ia menolak tahta kerajaan hingga akhirnya berkelana ke daerah yang ditumbuhi pohon asam yang jarang-jarang, hingga akhirnya daerah itu diberi nama Semarang, yang berarti asem arang.

Kendati demikian, cerita Ki Ageng Pandanaran tidak hanya terbatas satu versi. Ada versi lain yang menyebut jika Ki Ageng Pandanaran merupakan seorang saudagar asal Arab.

Ia datang ke Semarang untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Ki Ageng Pandanaran inilah yang disebut-sebut sebagai tokoh yang mengenalkan warak ngendog kepaa warga Semarang. Hal itu dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada warga Semarang terkait adanya perbedaan budaya yang bisa dipadu atau berjalan seiringan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya