Jateng
Selasa, 13 Desember 2022 - 18:02 WIB

Ironis! 1.147 Penderita TBC di Jateng Setop Pengobatan, Pemicunya Ini

Adhik Kurniawan  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi batuk akibat TBC. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menemukan 46.966 kasus tuberkulosis (TBC) di wilayahnya sepanjang tahun 2022. Ironisnya, dari puluhan ribu kasus itu sekitar 1.147 penderita di antaranya memutuskan untuk menghentikan proses pengobatan atau lost to follow up.

Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Rahmah Nur Hayati, tak menampik saat ditanya terkait adanya pasien yang memutuskan untuk menghentikan pengobatan. Kendati demikian, ia menyebut pasien yang lost to follow up tidak begitu banyak.

Advertisement

“Kejenuhan [meminum obat] pasti ada. Obatnya kan banyak banget itu [TBC], termasuk karena efek samping yang dirasakan saat minum obat, seperti pusing dan mual. Makanya beberapa ada yang ditemukan berhenti [pengobatan],” kata Rahmah kepada Solopos.com, Selasa (13/12/2022) sore.

Rahman pun mengaku telah mengintruksikan tiap kepala dinas di kabupaten/kota untuk melakukan jemput bola. Termasuk, memberikan edukasi dan pemahaman atau pengawasan terkait pengobatan TBC agar bisa menekan angka lost to follow up.

Advertisement

Rahman pun mengaku telah mengintruksikan tiap kepala dinas di kabupaten/kota untuk melakukan jemput bola. Termasuk, memberikan edukasi dan pemahaman atau pengawasan terkait pengobatan TBC agar bisa menekan angka lost to follow up.

“Kami menekankan kepada teman [Dinkes] di kabupaten/kota, termasuk rumah sakit, pukesmas dan LSM [lembaga sosial masyarakat] untuk kolaborasi bersama menemukan kasus dan edukasi. Kami dorong itu, karena kalau masih ada suspek [belum terindikasi], bisa menjadi indeks penularan baru,” jelasnya.

Baca juga: 42.148 Penduduk Jateng Menderita TBC, Wagub: Masih Banyak yang Anggap Sepele

Advertisement

“Jateng itu bagus. Tapi kalau di-breakdown kabupaten/kota masih rendah-rendah. Ini yang kita dorong,” sambungnya.

Diagnosis Sejak Dini

Rahmah mengimbau bagi masyarakat yang mengalami batuk-batuk yang tak kunjung reda agar bisa segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. Tujuanya untuk mendiagnosis sedini mungkin apakah pasien tersebut terindikasi TBC atau tidak.

“Bila dua pekan lebih tak kunjung berhenti [batuk-batuk], ada baiknya diperiksakan. Terus gejala lainya, ada penurunan nafsu makan dan berat badan,” pintanya.

Advertisement

Baca juga: Tuberkulosis di Karanganyar Diprediksi Ada 1.800 Kasus, Baru Ditemukan 600

Sementara itu seorang pasien yang pernah menderita TBC berinisial, RPC, 27, tak menampik bila komsumsi obat secara rutin dan efek samping yang diderita membuatnya berpikir untuk berhenti pengobatan. Namun, hal tersebut tak dilakukanya hingga akhirnya dinyatakan sembuh seusai menjalani enam bulan pengobatan secara rutin.

Iya, tiap minum selalu muntah-muntah terus, sampai bulan keempat itu [muntah-muntah]. Rasanya pengin berhenti, jenuh minum obat terus tiap hari 3 kali sehari 5 tablet. Tapi gimana ya? Namanya orang ingin sembuh, terus ada dukungan dari orang tua dan teman-teman, akhirnya tetap jalan,” ujar perempuan yang telah dinyatakan sembuh sejak tahun 2021.

Advertisement

Diberitakan sebelumnya, Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin Maimoen, menilai penanganan penyakit tuberkulosis atau TBC di wilayahnya masih harus diintensifkan. Pasalnya, TBC merupakan penyakit kronis yang memiliki daya tular dan tingkat kematian tinggi.

Tingkat kematian yang tinggi, salah satunya disebabkan faktor kebal obat. Untuk menekan kasus TBC, pria yang karib disapa Gus Yasin itu berpendapat, perlu dilakukan edukasi secara jemput bola.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif