SOLOPOS.COM - Ikon Kabupaten Batang. (Istimewa/kominfo.batangkab.go.id)

Solopos.com, PEMALANG —  Tradisi malam Jumat Kliwon alias Kliwonan menjadi salah satu tradisi yang ditunggu-tunggu kehadirannya di Batang. Tradisi malam Jumat Kliwon berbeda dengan daerah lainnya karena selain jauh dari hal-hal mistis juga jauh lebih meriah.

Dikutip dari Jurnal Sabda Vol. 13 yang berjudul Tradisi Jumat Kliwonan sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah karya Bagus Wiranto, Kliwon merupakan salah satu sistem penanggalan Jawa yang dianggap spesial.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

Hal ini dikarenakan dalam tradisi Jawa, Kliwon lekat dengan konsep penghapusan, pembatalan, pelepasan, atau pembersihan diri dari segala jenis mara bahaya sehingga manusia lebih dekat dengan keselamatan.

Jika dalam agama Islam malam Jumat atau hari Jumat identik dengan hari besar dikarenakan banyaknya kemuliaan yang ditawarkan, lain halnya dengan budaya turun-temurun yang banyak memaknai malam Jumat dengan ritual-ritual mistis tertentu.

Adapun dilansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Kamis (2/3/2023), tradisi Kliwonan di Batang konon merupakan sarana mengenang jasa leluhur masyarakat Batang yang mereka kenal sebagai bahurekso.

Dikisahkan bahwa dulu sang Bahurekso melakukan semedi di sungai Lojahan atau Kramat untuk mendapat kesaktian.

Berbagai jenis budaya, kebiasaan, dan ritual dilakukan masyarakat Batang secara turun-temurun untuk memperingati tradisi Kliwonan. Mulai dari ziarah ke Makam Sunan Sendang atau Sayid Nur pada malam Jumat Kliwon, bertapa di sungai, upacara ngalap berkah, serta ritual Gulingan.

Ritual Gulingan menjadi salah satu yang paling unik dari seluruh prosesi yang ada pada tradisi Kliwonan. Menurut kepercayaan, ritual Gulingan yang dilakukan pada tradisi Kliwonan dapat menghindarkan bahkan menyembuhkan anak-anak dari berbagai penyakit.

Ritual ini mulai ramai dilakukan masyarakat sejak sekitar periode tahun 1980-an. Prosesi ritual diawali dengan mengguling-gulingkan anak di Alun-alun kota Batang.

Usai diguling-gulingkan, pakaian yang telah kotor tidak boleh dibawa pulang atau dikenakan kembali melainkan harus dibawa pulang.

Membuang pakaian yang telah dikenakan pada proses Gulingan mempunyai makna membuang sial. Setelah itu, prosesi dilanjutkan dengan mandi menggunakan air yang ada di Masjid Agung Batang.

Menurut masyarakat setempat, air yang mengalir di Masjid Agung Batang berasal dari mata air yang berlokasi di sekitar makam Sunan Sendang.

Anak yang telah selesai dimandikan akan diberikan pakaian ganti yang baru untuk selanjutkan dibawa kembali ke Alun-alun Batang. Prosesi dilanjutkan dengan ritual Sawuran yakni dengan melemparkan sejumlah uang sebagai ungkapan rasa syukur

Namun seiring berjalannya waktu, beberapa prosesi ritual dalam tradisi Kliwonan telah banyak ditinggalkan. Tradisi Kliwonan kini lebih semarak karena dilaksanakan dengan kegiatan pasar malam.

Ditengok dari laman visitjawatengah.jatengprov.go.id, jika berkesempatan berwisata ke Alun-Alun Batang di masa kliwonan, Anda akan menemukan berbagai atraksi menarik seperti berbagai wahana permainan, barang-barang kebutuhan rumah, tanaman, hingga aneka kuliner.

Menariknya lagi, Anda akan banyak menjumpai pedagang yang menjajakkan salah satu kudapan khas saat tradisi Kliwonan. Sajian tersebut terdiri dari campuran antara klepon, gemblong, dan ketan.

Campuran tersebut kemudian disiram dengan santan kental dan juga kinco atau gula jawa yang telah dicairkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya