SOLOPOS.COM - Candra saat menjual baju bekas di ruko miliknya di Jalan Blotongan, Kota Salatiga. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SALATIGA — Presiden Jokowi melarang bisnis penjualan impor baju bekas. Impor baju bekas dinilai akan mengganggu industri tekstil di Indonesia.

Munculnya kebijakan itu ternyata langsung membuat penjual baju bekas merasa waswas. Hal itu seperti yang dialami salah seorang pedagang baju bekas di Jalan Blotongan, Salatiga, Candra.

Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran

Dirinya mulai khawatir dengan wacana pelarangan penjualan baju bekas tersebut. Candra mengaku sudah berbisnis baju bekas sejak 10 tahun terakhir.

“Sudah jelas memberatkan [pelarangan penjualan baju bekas]. Kalau bagi yang kecil ini, kami buat cari makan, begitu saja intinya,” terang dia, Kamis (16/3/2023).

Menurutnya pelarangan impor baju bekas mestinya diawali kepada para importir terlebih dahulu. Keberadaan baju bekas di Tanah Air berawal dari pembelian para importir.

“Kalau yang besar enggak ada yang masuk, kami mau belanja di mana? Sudah jelas kami akan beralih ke yang lain,” ungkap pria asal Padang ini.

Candra mengaku membeli pakaian bekas itu dari seorang importir di Jakarta. Barang yang biasa ia beli mulai dari celana, kaus, rok, dan jaket. Kebanyakan pakaian bekas yang ia jual berasal dari Jepang dan Korea Selatan.

Candra tidak setuju jika baju bekas impor dianggap merusak tekstil Indonesia. Di tempatnya berjualan, ia hanya mendapatkan omzet Rp300.000- Rp500.000 setiap harinya. Itu belum digunakan untuk uang makan dan sewa ruko.

“Jualan baju bekas ini yang landai-landai saja. Mau lebaran atau tidak, ya pembelinya enggak banyak,” akunya.

Jika memang pelarangan itu akan dilakukan, Candra berharap tidak langsung dilakukan penutupan atau penyitaan dagangannya.

“Ya jangan langsung ditutup atau dimusnahkan. Kasihlah kami waktu berapa bulan, paling tidak menghabiskan atau mengurangi dangangan kami,” terang dia.

Ketika pelarangan itu benar-benar dilakukan, lanjut Candra, ia akan beralih beralih berjualan pakaian baru.

“Ini juga sudah mulai jualan pakaian baru juga. Hasil dari keuntungan jualan baju bekas ini,” terang dia.

Sementara, salah seorang pembeli baju bekas, Arya, menyayangkan jika pelarangan baju bekas benar-benar dilakukan. Sebab, belanja pakaian bekas atau thrifting menjadi solusi saat mau membeli pakaian bagus di tengah kondisi keuangan yang minim.

“Ya kalau penginnya beli yang baru. Kalau dipikir-pikir lagi, beli baru dengan harga Rp100.000 dapat yang biasa saja,” katanya.

Menurutnya lebih baik pemerintah mencari tahu dahulu seberapa minat masyarakat untuk thrifting. Terlebih beberapa tahun terakhir ini itu menjadi tren anak-anak muda.

“Susah kalau dilarang karena kalau beli baju-baju lokalan, ya cukup mahal,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya