SOLOPOS.COM - Dosen FH Unmas, Dr. Drs. A.A.Kt.Sudiana, SH, A.MA., MH menjadi salah satu narasumber dalam Seminar Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Seksual yang diselenggarakan oleh FH UKSW dan FH UNMAS di Ruang E126, UKSW Salatiga, Jumat (17/6/2016). (JIBI/Semarangpos.com/Istimewa-Biro Promosi dan Hubungan Luar UKSW)

Kampus di Salatiga, Univeristas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, mendapatkan kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar.

Semarangpos.com, SALATIGA – Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar melakukan kunjungan ke FH Univeristas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jumat (17/6/2016). Kunjungan itu dilakukan FH Unmas untuk melakukan study banding terkait pembelajaran mata kuliah hukum pidana.

Dalam kunjungan yang dilanjutkan dengan seminar yang mengusung tema Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Seksual terhadap Anak itu juga dibahas tentang Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 35/2014 yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam pembahasan itu, baik pakar hukum dari Unmas maupun UKSW tidak setuju jika sanksi kebiri diberlakukan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Dosen FH Unmas, Dr. Drs. A.A. Kt. Sudiana, SH, A.MA, MH, menjelaskan berdasarkan laporan World Rape Statistic 2012, hukuman mati atau kebiri bagi pelaku perkosaan di berbagai negara di dunia tidaklah efektif menimbulkan efek jera. Ia juga menyebutkan tidak ada bukti yang menjami hukuman kebiri bisa mengurangi jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sudiana juga menilai kebiri secara kimia sebagai hukuman merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

“Penegakan hukum terhadap peristiwa kekerasan seksual pada anak hendaknya mempertimbangkan nilai-nilai HAM. Sehingga, dalam implementasinya dapat responsif dan progresif sebagai perlindungan dan pemenuhan HAM korban maupun pelaku,” tulis Sudiana dalam siaran pers yang diterima Semarangpos.com, Jumat.

Pernyataan senada diungkapkan dosen FH UKSW, Dr. Titon Slamet Kurnia, SH., MH. Tinton menilai bahwa dalam hukum HAM, penjahat atau orang yang melakukan tindak kriminal tetaplah manusia. Jadi seorang penjahat pun harus dihormati human dignity-nya.

“Catatan kristis saya untuk kebijakan pemberlakuan sanksi pidana kebiri adalah kurangnya perhatian negara atau pemerintah terhadap segolongan manusia yang memperoleh label atas dasar putusan pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang pidana yang berlaku sebagai penjahat. Saya mengapresiasi IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri,” terang Tinton.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Rekomendasi
Berita Lainnya