SOLOPOS.COM - Penyandang disabilitas mendengarkan tausiyah saat mengikuti Pesantren Ramadan Anak-Anak Difabel di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Selasa (15/7/2014). Pesantren kilat tersebut diisi dengan tausiyah serta pemberian motivasi yang diikuti oleh anak penyandang disabilitas dari berbagai provinsi di Indonesia. (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Penyandang disabilitas mendengarkan tausiyah saat mengikuti Pesantren Ramadan Anak-Anak Difabel di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Selasa (15/7/2014). Pesantren kilat tersebut diisi dengan tausiyah serta pemberian motivasi yang diikuti oleh anak penyandang disabilitas dari berbagai provinsi di Indonesia. (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Kebijakan publik tentang penyandang disabilitas kembali dibahas. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia menilai draf Rancangan Undang Undang tentang Penyandang Disabilitas masih diskriminatif

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

 

Kanalsemarang.com, SEMARANG- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia menilai draf Rancangan Undang Undang tentang Penyandang Disabilitas usulan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat ke Komisi VIII DPR RI masih diskriminatif.

“Rancangan Undang Undang (RUU) Penyandang Disabilitas versi Setjen DPR RI masih diskriminatif sehingga harus ditinjau ulang dan dilakukan revisi sebelum diajukan sebagai RUU usul inisiatif DPR,” kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri melalui pesan singkatnya kepada Antara di Semarang seperti dikutip Antara, Rabu (29/4/2015).

Peneliti PSHK Fajri Nursyamsi juga sependapat dengan Ronald bahwa draf RUU terakhir yang diusulkan oleh Setjen DPR ke Komisi VIII (Bidang Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan) masih diskriminatif.

Rancangan undang-undang itu, kata Fajri menambahkan, masih minitikberatkan pengaturan hanya pada kesejahteraan sosial, atau masih memandang penyandang disabilitas sebagai permasalahan sosial masyarakat.

Hal tersebut, lanjut Fajri, patut disayangkan karena sebelumnya Koalisi Nasional Kelompok Kerja (Pokja) RUU Penyandang Disabilitas–terdiri atas organisasi penyandang disabilitas–sudah menyampaikan usulan draf RUU dan draf Naskah Akademik versi masyarakat kepada DPR.

Ia mengemukakan bahwa draf versi masyarakat sudah menggunakan cara pandang “rights based” (hak dasar), yaitu dengan menjadikan penyandang disabilitas sebagai subjek dalam pengaturan dan fokus pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam berbagai sektor terkait.

Selain itu, menurut Fajri, draf RUU versi masyarakat sudah menyesuaikan dengan prinsip dalam UUD 1945 dan Convention on the Right of People with Disability (CRPD) yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui UU Nomor 19 Tahun 2011.

Dalam hal sistematika pengaturan, baik Fajri maupun Ronald berpendapat bahwa RUU versi Setjen tidak memudahkan pelaksana undang-undang dalam hal implementasi karena tidak menegaskan siapa yang bertanggung jawab atas pemenuhan hak penyandang disabilitas tertentu.

Sementara itu, draf RUU versi masyarakat telah menggunakan sistematika pengaturan bedasarkan berbagai sektor dalam pemerintahan sehingga jelas pengaturannya mengarahkan pada “siapa melakukan apa”.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya