SOLOPOS.COM - Ilustrasi aneka ragam agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (rplp.rice.edu)

Kerukunan umat beragama Kota Semarang yang terkoyak atas perlakuan insan pendidik setempat terhadap Zulfa Nur Rahman akhirnya terselesaikan.

Semarangpos.com, SEMARANG — Insan pendidik Kota Semarang yang sempat bersikukuh merusak kerukunan umat beragama dengan mengabaikan hak belajar siswa pe nganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa akhirnya mengalah. Sikap itu mereka tunjukkan setelah Wali Kota Semarang dilibatkan dalam persoalan tersebut.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Direktur LBH APIK Soka Handinah Katjasungkana di Semarang, Rabu (31/8/2016), mengungkapkan Zulfa Nur Rahman, siswa SMKN 7 Semarang penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa akhirnya naik kelas. “Kami sudah melakukan koordinasi dengan Wali Kota Semarang menyikapi kasus tidak naiknya siswa penganut kepercayaan ini,” kata Direktur LBH APIK Soka Handinah Katjasungkana di Semarang, Rabu (31/8/2016).

Tidak naiknya Zulfa Nur Rahman dikarenakan nilai pelajaran Pendidikan Agama Islamnya kosong, sebab yang bersangkutan tidak mau praktek salat karena merasa sebagai penganut kepercayaan ia tak bisa bersujud di luar kepercayaannya. Bersama dengan komunitas penganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (YME), LBH APIK melakukan pertemuan untuk menempatkan Zulfa di kelas XII, atau tetap naik kelas dan kembali bersekolah sebagaimana biasa.

Dinah—sapaan akrab Handinah—menambahkan Zulfa Nur Rahman sudah mulai bersekolah kembali. Zulfa Nur Rahman bahkan bisa mengikuti mata pelajaran untuk kelas XII atau dinyatakan naik kelas.

Margono dari Gerakan Kemerdekaan Berketuhanan YME mengapresiasi kebijaksanaan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi untuk mengembalikan hak konstitusi dan hak asasi warga negara untuk berkeyakinan. “Kami mendukung penuh wali kota yang telah mengambil kebijaksanaan dalam memenuhi hak anak atas pendidikan, dengan memberi kesempatan Znr naik kelas dan segera mengikuti pelajaran di kelas XII,” katanya.

Kasus yang menimpa Zulfa Nur Rahman, kata dia, harus dijadikan refleksi dengan dihapuskannya semua kebijakan yang diskriminatif dan konstitusional, serta langkah perbaikan ke depan dalam jaminan beragama dan berkepercayaan.

Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan persoalan yang menimpa Zulfa Nur Rahman merupakan masalah prinsip, sebab pemerintah sudah mengakui hak masyarakatnya untuk berkeyakinan atau menganut kepercayaan. “Jadi, kami di tingkat Kota Semarang ini, di tingkat daerah, juga menyesuaikan,” kata Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi.

Artinya, kata dia, problem yang terjadi di SMK Negeri 7 Semarang itu terjadi karena belum adanya kurikulum dan matrikulasi mengenai mata pelajaran untuk aliran kepercayaan. “Ya, harus segera disiapkan. Siswa ini dinyatakan tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti mata pelajaran aliran kepercayaan, sebab adanya mata pelajaran agama,” katanya.

Maka dari itu, kata Hendi, Zulfa Nur Rahman diberikan kesempatan untuk naik kelas XII SMK Negeri 7 Semarang karena nilai-nilai mata pelajarannya yang lain juga sudah sangat bagus, sembari mata pelajaran tersebut disiapkan.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya