Jateng
Senin, 2 September 2019 - 12:50 WIB

Kisah Ismi, Barista Semarang yang Sempat Dipandang Sebelah Mata

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Sekitar lima tahun lalu, profesi barista mungkin masih terdengar asing bagi banyak kalangan. Bahkan sebagian besar masyarakat masih meremehkan profesi peracik kopi di kafe itu. Namun, belakangan hari ini profesi barista semakin digandrungi. Bahkan banyak generasi milenial yang berlomba-lomba untuk menjadi peracik kopi atau barista yang andal.

Salah seorang barista Kota Semarang, Ismiati, 28, asal Kendal, mengaku kepopuleran barista tak terlepas dari kesuksesan film ‘Filosofi Kopi’ yang diperankan Chicco Jerikho dan Rio Dewanto. Kisah dua barista itu menginspirasi generasi muda untuk berlomba-lomba menjadi peracik kopi di kafe maupun coffee shop.

Advertisement

Namun sebelum profesi barista populer, Ismi mengaku sempat mengalami pahit dan getirnya menjalani profesi yang ditekuninya hingga sekarang. Mulai dari tak direstui orang tua, hingga mendapat cibiran dari teman.

Advertisement

“Dulu orang tuaku enggak mau aku kerja seperti ini. Kerja di kafe, jadi pelayan. Maunya kerja di kantoran seperti pegawai bank atau sekretaris sesuai ijazahku,” ujar Ismi saat berbincang dengan Semarangpos.com di Kelas Kopi Nestcology, Semarang, jateng, Kamis (29/8/2019).

Serupa juga diungkapkan teman-temannya. Banyak yang tak menyangka Ismi mau bekerja di kafe sebagai peracik kopi. Padahal dirinya merupakan lulus diploma (D3) ilmu komputer akuntansi pada sebuah perguruan tinggi swasta.

Advertisement

“Sekarang banyak yang justru ingin jadi barista buat bikin kedai kopi. Ya, itu tadi karena budaya minum kopi yang saat ini mulai populer, tak hanya di kalangan orang tua tapi juga anak muda,” jelasnya.

Ismi mengaku sebenarnya dirinya juga tidak bermimpi untuk menekuni profesi sebagai barista. Awalnya, ia berkecimpung di bisnis kedai kopi pada lima tahun lalu.

Saat itu, dirinya yang terdesak mendapatkan uang untuk membayar biaya wisuda. Ia pun harus mencari kerja paruh waktu sebagai pelayan kafe.

Advertisement

“Awalnya jadi waitress. Kebetulan di kafe tempat saya kerja ada pelatihan meracik kopi. Kemudian, saya ikut. Nah di situ saya mulai tertarik dengan dunia barista. Ternyata, meracik kopi itu tidak semudah yang dibayangkan. Di situ kita diajarin cara mengenal kopi, dari knowledge, me-roasting, melakukan brew, hingga menyajikan ke pelanggan,” tutur perempuan kelahiran 9 April 1991 itu.

Ketekunan menjadi barista itu pun membuat Ismi meraih beberapa penghargaan dalam kontes peracik kopi. Pada 2018, ia pernah menyabet peringkat ke-50 pada ajang Indonesia Coffee Event. Di 2019, prestasinya membaik. Ia sukses menempati urutan ke-8 pada ajang Indonesia Coffee Event tingkat nasional.

Advertisement

Ismi memprediksi kepopuleran profesi barista akan bertahan lama. Hal itu tak terlepas dari budaya masyarakat Indonesia yang gemar minum kopi.

“Apalagi sekarang kopi tak hanya digandrungi kalangan orang tua, anak muda baik perempuan maupun laki-laki juga suka. Bahkan di sini [Kelas Kopi] banyak anak muda yang memesan manual brew [kopi seduh manual], bukan cuma latte art. Mereka juga lebih jeli memilih kopi yang sesuai selera,” ujarnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif