SOLOPOS.COM - Makam Narasoma di Purbalingga. (Istimewa/purbalingga-info.blogspot.com).

Solopos.com, PURBALINGGA — Di Purbalingga terdapat kisah legenda tentang Kiai Narasoma. Makam kiai yang satu ini berada di kompleks Pemakaman Umum, tepatnya di Dukuh Pritgantil, Purbalingga Wetan.

Melansir dari berbagai sumber, makam Narasoma tersebut belum diketahui sejarah pastinya. Namun, ada seorang tokoh penulis babad Purbalingga yang mengulas sedikit tentang Narasoma ini.

Promosi Siasat BRI Hadapi Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global

Menurutnya, Narasoma berasal dari kata nara yang berarti orang dan soma atau suma yang maknanya gemar bertapa. Sehingga dari namanya kerap diartikan sebagai orang yang gemar bertapa.

Narasoma semasa hidupnya adalah seorang Demang Timbang. Demang adalah jabatan setara Kepala Desa saat ini. Kademangan Timbang sendiri membawahi desa-desa Timbang (sekarang dukuh Timbang termasuk desa Penambongan), Purbalingga Kidul, Kandanggampang dan Purbalingga Lor.

Tak seorangpun di antara rakyat Timbang yang mengerti dari mana asal usul Kiai Narasoma ini. Menurut legendanya, ketika mengadakan hajatan mengawinkan putrinya, dirumah Kiai Narasoma diadakan pertunjukan wayang kulit.

Banyak orang penting hadir menyaksikan pagelaran seni rakyat tersebut. Termasuk salah satunya sang Adipati Onje.

Sebagai bentuk penghormatan, maka dikeluarkanlah hidangan untuk menemani tamu agung ini. Sesaat hidangan dikeluarkan, suasana tiba-tiba menjadi kacau balau.

Pertunjukan pun dihentikan. Adipati Onje marah-marah dan menuduh Kiai Narasoma berusaha membunuhnya dengan jalan membubuhkan racun dalam hidangan yang disuguhkan kepadanya.

Hal itu dikarenakan adanya bintik-bintik kecil berwarna hitam dalam hidangan. Beberapa waktu setelah itu diketahui bahwa bintik-bintik hitam itu ternyata nasi beras hitam.

Namun dengan kerendahan hati Kiai Narasoma yang kemudian mengakuinya dan merasa tidak akan berbuat jahat terhadap atasannya.

Paginya, Kiai Narasoma memanggil semua sanak keluarganya untuk diberi pesan. Pesannya, orang-orang Timbang dilarang sampai turun-temurun nanggap wayang kulit.

Larangan itu juga dahulu berlaku bagi masyarakat desa-desa tersebut, di atas yang menjadi kekuasaannya. Desa-desa yang kena larangan disebut Bumi Keputihan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya