SOLOPOS.COM - Proyek Bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah. (Antara)

Solopos.com, PURWOREJO — Warga Desa Wadas di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ketar-ketir. Mereka takut tanah surga yang selama ini menjadi penopang hidup dijadikan tambang batu andesit untuk mendukung proyek Bendungan Bener.

Jika tambang itu benar-benar beroperasi, maka datanglah kiamat bagi mereka. Mengapa demikian?

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

Berdasarkan catatan Walhi, Bumi Wadas adalah tanah surga. Kawasan ini memiliki kekayaan alam yang melimpah. Peraturan Daerah Purworejo nomor 27 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), menetapkan desa ini sebagai kawasan untuk perkebunan. Komoditas pertahun yang dihasilkan cukup fantatis, yakni mencapai Rp8,5 miliar.

Angka itu diperoleh dari komoditas kayu keras Rp5,1 miliar per lima tahun yang telah mencukupi kebutuhan hidup masyarakat. Pisang Rp202,1 juta/bulan, cengkeh Rp64,4 juta/tahun, petai Rp241,3 juta/tahun, kemukus Rp1,35 miliar/tahun, cabai Rp75,6 juta/bulan, kapulaga Rp156 juta/bulan, karet Rp131,8 juta/hari, kelapa Rp707 juta/bulan, akasia Rp45,7 juta/tahun, mahoni Rp1,56 miliar/5 tahun, hingga aren 2,6 miliar/hari.

Baca juga: Tanah Surga Desa Wadas Terancam Jadi Batu

Tetapi, kekayaan tanah surga di Desa Wadas itu terancam hilang digantikan tambang batu andesit. Rencananya ditambang di lahan Desa Wadas seluas 64 hektare. Adapun lahan yang dibebaskan mencakup tujuh dusun, seluas 114 hektare.

Warga tidak rela tanah yang selama ini menjadi sumber kehidupan hilang. Sebab, selama ini mereka hidup dengan berkebun, menggantungkan penghasilan dari sumber daya alam. Lahan tersebut selama ini memberikan penghidupan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal sehari-hari.

“Alhamdulillah saya rasa sudah cukup. Penghasilan saya untuk makan satu bulan enggak habis” kata Ngatinah, salah satu petani lokal dari Desa Wadas dalam video dokumenter Wadas Waras di channel Youtube Watchdoc Documentary yang ditilik Solopos.com, Kamis (10/2/2022).

Baca juga: Batu Andesit Harta Karun Desa Wadas Purworejo, Apa Manfaatnya?

Jika nanti penambangan dilakukan, warga setempat akan mendapatkan uang ganti rugi pembebasan lahan. Namun, pada kenyataannya uang ganti rugi tersebut tidak menyelesaikan masalah.

Selama proses penambangan, petani yang tanahnya diambil akan kehilangan pekerjaan. Namun dalam narasi pemerintah dan kontraktor, warga disebut tidak akan kehilangan pekerjaan. Sebab mereka bisa bekerja ditambang.

Akan tetapi, warga tetap saja khawatir. Keahlian mereka selama ini adalah petani dan pekerja kebun. Apalagi selama ini mereka hidup menggantungkan diri dari hutan di tanah surga Wadas.

Pakar Hukum Lingkungan UGM, I Gusti Agung Wardhana, mengatakan izin penambangan di Wadas bermasalah. “Bendungan masuk kategori pembangunan untuk kepentingan umum. Tetapi kalau dicek di daftar pembangunan itu tidak ada penambangan. Tapi karena diintegrasikan dalam satu proyek, maka penambangan dilakukan dengan izin proyek strategis nasional,” jelasnya dalam video Watchdog tersebut.

Baca juga: Kapolda Jateng Beberkan Alasan Tangkap Puluhan Warga Wadas Purworejo

Kiamat dari Bendungan

Dihimpun dari berbagai sumber, di dunia internasional manfaat bendungan mulai dipertanyakan. Sebab, pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut sangat mahal. Merusak lingkungan serta rawan korupsi.

Ada harga yang harus dibayar mahal oleh masyarakat lokal dan lingkungan hidup dalam proyek bendungan. Hasil penelitian Emilio F Moran dkk (2018) berjudul Sustainable Hydropower in the 21st Century menyatakan dampak dari bendungan sering diremehkan.

Belakangan di Eropa dan Amerika Serikat sedang terjadi tren menghancurkan bendungan daripada membangun yang baru seperti di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dikutip dari The Guardian, jurnalis lingkungan Paul Brown dalam hasil reportase berjudul The Unacceptable cost of big dams (17 November 2000) juga menyuarakan dampak negatif dari bendungan besar. Komisi Dunia untuk Bendungan bahkan menyebut sekitar 45.000 bendungan besar yang dibangun di berbagai negara sangat merugikan, khususnya kelompok miskin. Serta sering kali gagal memberikan pasokan listrik dan air untuk irigasi seperti yang dirasakan.

Baca juga: Konflik Desa Wadas, 66 Orang Ditahan Polisi Dibebaskan

I Gusti Agung Wardhana menambahkan, kawasan yang sudah ditambang akan kehilangan kesuburan. “Jadi secara ekologi sudah tidak bisa dikembangkan sebagai kawasan pertanian. Kemudian akan menghilangkan mata pencaharian masyarakat lokal. Mereka akan menjadi kelas pekerja yang harus menjual tenaga,” jelasnya.

Hal itu pun agaknya sudah disiapkan dalam skenario proyek Bendungan Bener. Pemerintah menjanjikan bekas tambang di Desa Wadas akan direklamasi dan disulap sebagai objek wisata. Namun, benarkah skenario itu tepat bagi masyarakat lokal yang secara turun-temurun bekerja sebagai petani?

Baca juga: Tanah Surga di Bumi Wadas Purworejo Terancam Sirna

Ngatinah, salah satu petani di Desa Wadas dengan tegas mengatakan adanya tambang justru berdampak buruk karena menghilangkan mata pencahariannya sebagai petani. “Orang desa malah enggak punya kerjaan [kalau ada tambang]. Desa Wadas ini kalau ada pertambangan orang desa malah bisa kekurangan pangan. Orang desa ini sudah subur makmur kok malah disuruh buruh sama orang luar?” katanya.

Kecemasan serupa dirasakan oleh banyak petani lainnya di Desa Wadas. Mereka merasa hasil bumi di sana sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka pun berharap kiamat itu tidak terjadi dan Wadas kembali seperti sedia kala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya