SOLOPOS.COM - Sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas di Kabupaten Banyumas berunjukrasa di di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Jateng, Jumat (11/2/2022). (Antara/Idhad Zakaria)

Solopos.com, PURWOREJO — Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim, meminta pemerintah menghentikan intimidasi, kekerasan, dan menyatakan tindakan represif aparat kemanan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dengan stempel hoaks.

Seperti diketahui, belakangan ini konflik di Desa Wadas terus memanas akibat penolakan penambangan batu andesit untuk Bendungan Bener di wilayah setempat. Warga lokal bahkan jurnalis yang meliput peristiwa di sana menjadi korban kekerasan serta intimidasi.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Baca juga: Asal Usul Batu Andesit, Harta Karun Desa Wadas Purworejo

Pada Selasa (8/2/2022), ratusan aparat kepolisian disiagakan untuk mengamankan pengukuran tanah di desa setempat yang akan ditambang. Kegiatan pengamanan berlebihan ini berujung penangkapan warga.

LBH Yogyakarta mencatat setidaknya ada 67 warga Desa Wadas, termasuk anak di bawah umur dan perempuan ditangkap polisi. Mereka baru dilepaskan pada Rabu (9/2/2022).

Baca juga: Fantastis! Kayu Keras Desa Wadas Harganya Capai Rp1 Miliar

Pelabelan Hoaks

Sebagian besar media massa terpantau menurunkan pemberitaan tersebut. Akan tetapi, pemerintah tampak berupaya mendistorsi berita itu. Hal itu terlihat dalam konferensi pers yang disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD, di Jakarta, Rabu lalu.

Dikabarkan Bisnis.com, Mahfud menyampaikan semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan suasana mencekam di Desa Wadas tidak terjadi seperti yang digambarkan, terutama di media sosial. Ia mengklaim situasi di Desa Wadas dalam keadaan tenang dan meminta warga tidak terprovokasi. Siaran informasi Polri juga melabeli situasi di Wadas sebagai hoaks atau informasi bohong.

Baca juga: Kenapa Bendungan Bener Purworejo Butuh Batu Andesit dari Desa Wadas?

Ini terlihat dari unggahan humas.polri.go.id yang berjudul “Ulama Purworejo Serukan Warga Menolak Hoax Tentang Situasi Wadas, Polda Jateng Warning Akun Tukang Provokasi” pada Kamis (10/2/2022). Dalam unggahan tersebut, Polri juga menegaskan menindak pengelola akun-akun yang dinilai provokatif melalui jalur hukum. Faktanya warga hanya menyampaikan informasi melalui media sosial terkait peristiwa yang terjadi di Desa Wadas.

Melihat sejumlah fakta tersebut, Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim mengkritik langkah pemerintah yang melakukan pelabelan hoaks peristiwa di Wadas dan segara menghentikan tindakan itu.

AJI Indonesia melihat ada upaya pemerintah menutupi informasi yang sebenarnya dan mencoba membangun narasi dan klaim yang dianggap sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat. Untuk itu pers nasional tetap harus menjalankan fungsi kontrol sosial seperti diamanatkan UU Pers. Termasuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran,” kata Sasmito, Sabtu (12/2/2022).

Baca juga: 5 Proyek Bendungan Besar di Jawa Tengah

Intimidasi terhadap Jurnalis

Sasmito juga mengecam tindakan intimidasi terhadap para jurnalis yang meliput konflik di Desa Wadas yang memanas. Kasus intimidasi ini dialami jurnalis Sorot.co pada Selasa (8/2/2022) dan koresponden Tempo Yogyakarta, Kamis (10/2/2022).

Dikutip dari siaran pers AJI, Minggu (13/2/2022), jurnalis Sorot.co sempat dipaksa aparat polisi tak berseragam untuk menghapus rekaman video tentang aksi kekerasan polisi terhadap warga yang diambilnya dalam proses peliputan.

Sementara dia suah menunjukkan ID Pers dan seragam bertuliskan PWI. Dia dan beberapa rekan jurnalis lain sedang meliput kedatangan aparat polisi ke Wadas dengan dalih mengawal petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengukur tanah yang berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.

Baca juga: Inilah Keistimewaan Batu Andesit Harta Karun Desa Wadas Purworejo

Sementara koresponden Tempo Yogyakarta dituding menerbitkan berita bohong tentang konflik wadas. Padahal si penuduh tidak memiliki bukti apapun.

Pelabelan hoaks terhadap berita yang disusun jurnalis dan diterbitkan oleh media massa tanpa bukti adalah tudingan sepihak. Tindakan tersebut serupa dengan upaya menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers yang dilindungi Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Bahwa dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.

Baca juga: Segini Ganti Rugi Lahan Bendungan Bener Purworejo, Worth It?

Berkenaan dengan hal tersebut, AJI mengecam segala bentuk intimidasi yang dilakukan kepada jurnalis saat bertugas. AJi mengimbau semua pihak untuk menghargai kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia.

“Pelabelan pemberitaan media massa sebagai hoaks secara serampangan dan tanpa bukti merupakan bentuk kekerasan terhadap jurnalis dan melanggar Pasal 18 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Pemberian stempel hoaks atau berita bohong terhadap pemberitaan yang sudah melalui proses peliputan yang benar dan taat kode etik jurnalistik dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalis yang bekerja secara profesional,” tegas AJI dalam siaran persnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya